Langsung ke konten utama

PUISI II (NENUK)


MIMPI

Ada nyanyi pada lidahmu

Kuping menangkup sendu

Dari mimpi menusuk syaraf

Dan aku bangun tiba-tiba

Berdoa dan mengemas kata

Nenuk, 20 Agustus 2016





























AIR MATA MELELEH DI KACA JENDELA

Kali ini kudengar dering air mata yang berbeda

Dari dekat sekali kehilangan itu berderai

Dinding pasrah memantulkan resah yang menyala

Lantai lapang menyimpan hentakan tangis duka



“Ia kehilangan ayah!”

Terlontar lewat jendela

Jatuh dan membasahi rerumputan



Aku semakin dingin, menyaksikan

Air mata yang meleleh di kaca jendela

Embun rasa iba dari negeri seberang

                                                            Nenuk, 27 Agustus 2016















KAMAR SUNYI

Aku dan sunyi memeluk erat sekali

Sampai kami tak lagi berbeda

Aku menjelma sunyi dan sunyi adalah aku.



Segera tidur sebab bola mata harus

Dimainkan mimpi. Jantung punya lagu yang harus didengar jiwa.

Maka ingatlah, tidur adalah jalan menuju sunyi”.

Kata sunyi ketika nafasku adalah dirinya.



Kamar sunyi

Aku lelap

Dibalut sunyi mahasunyi

                                                            Nenuk, 30 Agustus 2026















RINDU DARI BIARA

: A.R

Bibirmu gemetar oleh namaku

Kau titipkan salam rindu

Lewat bibir yang  akrab kubaca sebagai teman

“Aku sudah jatuh cinta pada sunyi”

Katamu mendekap samar bayang diriku

Kau masih rindu dan aku sangsi

Entahlah,bagiku ini hanyaah kenangan di awan



Kita lewati jalan yang tidak semua orang lalui

Ini adalah romansa yang karib mengemas barangkali

Apakah kita saling rindu?

Aku begitu paham suatu nanti

Kau menjelma mawar yang kelopaknya jatuh

Tatkala badai gerimis menerpanya

Dan tinggalah duri-duri sepi yang menikam bola mataku.



“Rindu dari biara adalah anak sunyi yang sering menangis

Di atas pangkuan doa-doa pribadi.”

Kataku yang begitu sanggup hidup tanpa rindumu



Sahabat,katakanlah pada Tuhan

Bahwa rindumu padaku

Adalah doa paling teduh.

                                            Nenuk, 2016

































DOA PENYAIR

Bapa, berikan aku rezeki puisi

Pada sunyi hari-hariku agar aku

Tidak lapar dan sendiri

2016

































PULANG

Lewat jendela ia datang

Dan kepada bibir ia toreh kecup masa lalu

“Mengapa kau lewatkan

Satu bait sajak di punggungmu?”

Ia begitu perhatian dan dengan santun

Menyodorkan secangkir kopi pahit

Nenuk, 2016



























DARAHKU MAWAR MERAH

Rumah Sakit Sitohusada suatu siang

Merekam karamnya kapal darahku di laut nadimu

Yang rindu mengalirnya debur hidup,

Biarlah ia lelap di lengan karang jiwamu

Sebab kurelakan harus terjadi.

Darahku mengalir semilir di urat nadimu,

Aku tak mau matamu lelap bersama embun;

Kuhadiahkan merahnya dua kantong doa

Agar bola matamu binar memandang.



“Aku rela layu di bening matamu.”



Rumah Sakit Sitohusada suatu siang

Adalah eden cinta yang menyita pandang mata

Mawar merah kita eratkan bersama rintik waktu,

Aku telanjur membiarkan ia tumbuh di hilir alir darahmu.



“Kau adalah taman yang bakal aku singgah, sekedar

Menikmati indahnya kembang merah jiwamu.”



Rumah Sakit Sitohusada suatu siang

Kau terbaring lemas mengemas rinduku

Aku tegar berbaring membagi harapmu

Barangkali kau paham, darahku mawar merah.

                                                            Nenuk, 2016

































RINDUKU, RINDU DARI TIMOR

                                                : M.L

Wangi cendana membahana di hidungku

Hidung yang menyimpan bau tubuhmu

Molek dan sejuk bagai savana

Menghijau kenangan simpan pesona



Kak, tanah Timor adalah wangi cendana tubuhmu

Merasuk relung-relung tubuh,

Masih embun tamasya hijau pelukan di malam buta

Kau lebih pandai memberi arti jumpa



Kak, aku rindu padamu

Rindu dari Timor binar Lorosa’e,

Kuharap kau simpan embun bibirku

Yang membening di jidatmu, meriap dalam jiwa

                                                            Timor (Nenuk), 2016









FIRDAUS

“Ia mati dengan tangan terbuka, mata terbuka

Dan mawar tumbuh di dadanya. Tubuhnya mewangi taman.”

Cerita seorang ketika malam terasa pedis dan rumah

Digenangi air mata. Menangisi dia yang telah dimakamkan.

Tangis sampai sedap malam menjelma ukup dupa.

Air mata jiwa menitik sampai timur menegur

Lewat jendela dan sempat singgah di pelataran

Taman mata. Aduh, ia membawa serta orang-orang yang dibangkitkan.

Sabda mereka:

“Firdaus adalah ketika orang miskin tersenyum, anak beta di rumah

Dan orang tua mendekapnya dalam doa dan cinta.”

                                                                        Nenuk, 2016

















CERITA TAMAN

Aku terlempar ke dalam rumah pagi

Beratap embun hijau

Berdinding dingin bening.

Di sana kubaca cerita taman:

“Kau akan dibalut dingin paling dingin ketika

Jemarimu membawa pergi ranum yang tak kurelakan”.

Nenuk, 11 September 2016

           

























LEMBAR PERTAMA PUISIKU KUYUP

Telah lelah mengecup bibir retak aksara gersang yang terpaksa aku pelihara di tengah padang lalang yang congkak. Rimbun menimbun dendam dan akhirnya menjelma makam bagi puisi paling rendah hati.

Mataku embun. Langkahku langkah kuda. Aku benamkan topi di kepala angin dan berlari ke dalam tubuh, memejamkan mata menukik, menikam lambung kasih sayang. Jiwaku disentuh bahasa purba. Rintik-rintik kata membasahi jendelanya.

Tiba-tiba dari kejauhan aku mendengar melodi rintik; getar dawai awan yang dimainkan hujan. Nadanya berjatuhan di dahan, ranting dan atap rumah sukacita; membentuk lagu,”Hujan Rintik-Rintik” yang merdu, lugu dan manis sampai jemarinya menyentuh bagian paling halus dari jiwaku. Aku saksikan syair menitik di kolam panjang yang lelap. Syair mendekap tubuh mengecup sukma. (tik tik tik lalu titik - sunyi.....)

Tintah bening aku biarankan jatuh dan mati. Bibit yang disemai dengan sunyi dalam doa. Tumbuh rimbun; semerbak merebak abadi. Lalu lalang melayang hinggap di karang-karang kelaliman. Maka lembar partama lembab; merangkul sajak padi paling kemilau. Embun ramai membagi titik tangis pada bibir daun kata. (tiktiktik.....tik,tik,tik,tik!!! Syair sunyi)

Hujan adalah melodi langit yang harus didengar jiwa. Aku sadar, ’lembar pertama puisi kuyub’.

                                                                                                Nenuk, 16 September 2016













RANUM BIBIR

( Ketika merah gincumu menyengat keningku )

Jika kau adalah sajak maka yang menulisnya adalah penyair Sapardi Djoko Damono. Penuh dengan warni-warni kata. Maka memahami dirimu adalah kesukaran yang karib menoreh deru ombak di kepala dan menerbitkan senja di horison jiwa. Mengapa kau lenankan hitam gelisah di suci tubuhmu? Kurindu waktu lalumu yang sepoi bagai angin senja yang gugur penuh irama daun kering. Lagunya merdu dan renya di kuping.



Bibirmu bukan lagi bibir ibumu yang dioles warna gaib titipan nenek moyang. Merah bibirmu merah gincu. Ranum yang nikmat menagih nafsu kecup-kecup rupiah. Petuah nenek kau abaikan dengan langkah lewat jendela yang menjadi pintu ketika malam memaksamu menemui rumah. Jendela, jiwamu mengadu.

Sahabat, aku resah. Biarlah puisiku memanggilmu. Mari kita pulang.



Sahabat,

Aku selalu menghafal warna itu. Ranum bibir yang sempat membagi warna di keningku saat malam membagikan kita bintang-bintang dan milikmu kau berikan  padaku tanpa aku memintanya. Kau gagal mencintai jiwamu.



Sahabat,

Ranum bibir adalah buah paling mulia yang kau miliki. Jangan kau biarkan dipetik tanpa tutur kata. Aku masih mencintaimu dengan kata. Maka dengarlah suara puisiku, ”mari kita pulang”.

                                               

                                                                                    Nenuk, 16 September 2016



RININTA

          (sahabatku yang tak tahu jalan pulang)

Sahabat,

Waktu itu kudengar rintik matamu berdering kering.

Kupandang tubuhmu nan layu dari jendela sunyi

Yang setia memberi kabar tentang kau

Kubaca bulan sabit jiwamu

Kau menjelma debu teman perjalanan angin.



Sahabat, ketika senyummu menampar beranda mataku

Ada yang menetes dari ujung penaku

Huruf-huruf yang aku sebut puisi.

Aku pantas memilikimu dalam huruf sajak

Yang akan membawa pulang diri kita ke rumah masing-masing



Sahabat,

Tinggalah dalam rumahmu.

Telusuri lorong-lorongnya

Yang menyimpan arti berarti dari  dirimu.

Cintailah sunyi dan rawatilah detak jantungmu



Sahabat,

Berdoalah sebab lilin padam



                                                                        Nenuk, 17 September 2016



































 TEMPUS

/1/

Kupandang semesta dengan mata sajak

Pepohonan khusyuk membungkus doa-doa lelap

Huruf-huruf embun membening di daun sujud

Aku terlempar ke tamasya masa  di belakangku

Dan sunyi begitu nyaring. Irama detak waktu menemani degup jantungku:

“Aku sering menyapamu dari kejauhan. Samar-samar mengelus kupingmu. Tapi kau lebih mudah pejamkan mata. Aku kau tinggalkan. Tapi ingat, cinta pertamamu adalah aku, sebelum mereka: kini dan kelak. Maka kembalilah ke balik dan renungkanlah sajak di punggungmu.



/2/

Musim miris di setiap sapa.Tapak tak kuat membekas. Langkah menjadi terpencil menuju rumah musim gugur yang jatuh cinta pada angin. Aku sesali ini dalam elegi yang pernah kuberikan kepada tukang arloji ketika kopi senja mengajak kami berkumpul. ”Seinci waktu sekaki permata, kata si pakar waktu menghentak jiwaku. Aku bangun, lalu berlari membiarkan kopi jadi pertanyaan dan mengemas huruf-huruf hidup bangku sekolah sebagai jawaban.



/3/

Pada bagian paling jauh dari tidur-tidur panjang aku menggapai kerterasingan. Bait harapan yang pintunya sulit kubuka. Waktu kelak berdetak mesra, ”Milikilah waktu”.

                                                                                                Nenuk, 17 September 2016



Sehabis  Membaca  Puisi  Jokpin

Penaku sembuh total dari sakit mati rasa

Menari dengan riangnya dalam irama rintik-rintik sepi.

Seperti dibedaki berahi ia menerobos selaput putih milik sunyi

Dan darah aksara bercucuran memancarkan merahnya Jokpin:

“Selamat Menunaikan Ibadah Puisi.”

Nenuk, 13 Oktober 2016



























KOTAK SAMPAH*                         

Ruang sunyi bait kata

Kurindu saat mata molek ini memotret rumput hijau Arkaida*

Kini rindu jadi kopi dan kucintai dia berkali-kali

Kukecup bibir bawahnya yang hitam manis di beranda rumah

Adalah ranjang asmara rahim kata

Kutinggalakan sajak sahaja di bibir bawahnya nan ranum.

“Di bibirmu telah mangering sajak cintaku”



Rumah sunyi bait kata sederhana saja

Dibuat dari kata buat  simpan kata-kata

Suatu nanti bangkai kata membusuk

Dan angin anggun mengembusnya sebagai kabar

Singgah sejenak di rumah-rumah yang sering ia kunjungi

Hidung-hidung angkuh milikmu elite negeri

Kau perlu menciumnya sebab itu aroma kata

Pesan tepian  sebab tabung kepala ini masih kosong

Untuk menampung air mata kata dan kami anak-anak sunyi

Mencoba mengisinya dengan embun pena

Menitik titik-titik sabda manjadi tarian rintik pena



Kotak sampah kami membasah membiru.

            Nenuk, 23 Oktober 2016

Catatan:

*Judul ini penyair ambil dari nama Kelompok Sastra Novisiat SVD Nenuk,”Kotak Sampah” di mana penyair ‘menukik’ di dalamnya. Puisi ini dibacakan saat malam kreatif yang digelar para frater dan bruder novis di aula Novisiat Nenuk.

*Sebuah daerah di Yunani yang dilukiskan sebagai daerah yang indah permai,penuh rerumputan,tempat para gembala menggembalakan donba-dombanya,bermain seruling,bercanda dan berpacaran.



























PAHLAWAN KATA

                   : C.A

Bung,

Elegi kata dan nyaring sunyi “Krawang-Bekasi”

Telah aku gauli semalam suntuk

Betepa takjub hatiku pada dikau pahlawan kata

Senjata bahasamu hidup dan bergelora

Kekal abadi di binar nyala lilin persada



Bung,

Akan  kutulis sajak sejuta puji

Kutulis sajak,kutulis sajak,lagi dan lagi

“Tulang-tulang berserakan” akan kuhidupkan kembali

Dengan kata, sebab pada mulanya adalah kata, puisi.

Puisi itu roh, membuat jantung berdetak riang di dalam sunyi



Bung,

Sajak-sajakku takkan pernah pergi.

Nenuk, November 2016







SIRENE

Dari kamar sempit,sepi dan puitis

Aku dengar dering senja;merdunya kematian

Sendu sepanjang jalan

Sajakku turut berduka.



“Kematian adalah lagu gagu yang enggan

Kita kumandangkan.Barangkali gugup pada badai air mata”.

Nenuk, 2 November 2016























Aku takut  (1)

Di atas batu sepi yang ceper dan dingin

Aku bersilah menyelam laut sunyi

Kuhirup ruah Eden  dan

Kuhembuskan prahara terbawa alir Yordan

Tubuhku membening tenang

Jubai jubah-Nya mengibas alis jiwaku

Dan aku takut:

“Apakah Tuhan hanya ada di kesunyianku, di sendirinya diriku ?”



Aku takut  (2)

Aku karam karena sakit.

Mulai kubayangkan Tuhan yang baik, penyayang dan maharahim

Kuberdoa, ”Tuhan bolehkah aku bagikan lukaku ‘tuk-Mu?”

Telapaknya nan agung menangkup mesra,

Aku lanjut berlayar karena sembuh,

Masih juga kuragu:

“Apakah Tuhan  hanya benar-benar hadir di kala

Aku terhempas badai?”





Aku takut  (3)

Aku takut:

Tuhan kesepian dan sakit

Nenuk, 2 November 2016





































HUJAN, GERIMIS JIWA SUATU SENJA

Dari jendela kupandang engkau melati hati

Kuyup pelarian cinta.

Bibir ini berluka, kau genit menghimpit, kini entah

Sendiri melamar hujan, menanti hangat lain api

Tak sekalipun kedip sebab lekuk itu menghunus



Tiba-tiba dari seberang jalan

Seorang lelaki seusiaku menepikan motor

Helm dibuka dan hujan mengering di jendela

Dia sahabatku sewaktu SMA dan milikmu di hadapanku

Kaca jendela retak pecah membela mata terbenam

Ia memelukmu dengan cinta yang pernah kuberi

Dekapan belati menikam kenangan

Dan aku paham, cinta adalah kebebasan

Akhirnya, kau relakan dia pergi

Supaya lebih merasa memilikinya

Januari, 2017









Valentine Day di Biara



Valentine tiba menambah gelisah dan galau

Terlalu sukar untuk katakan “I Love You”

Sebab jarak melapangkan kesendirian kita

Sunyimu sunyiku,

Masing-masing sendiri



Jarak adalah lautan mawar merah yang teduh

Membiarkan bahtera rindu berlayar hingga gapai

pelabuhan kasih sayang,

hati yang menunggu



Terlalu berlebihan untuk katakan “I Miss You”

Sebab rindu tak sampai berbunga, gugur bersama embun....

Jarang kita berbagi kabar sebab sunyi karib merayu

Daripada dering dambamu



Lebih baik mencintai sunyi karena ia tidak pernah mengkhianatimu.

Daripada mencintai dia yang tidak pernah mengerti kesunyianmu



Terlalu mudah untuk katakan “God Bless You”

Sebab mendoakanmu adalah cara paling tepat untuk mencintaimu

Valentine Day di biara

Adalah sunyi yang menabur doa-doa cinta buat kekasih



Nenuk, 14 Februari 2017







Cinta ( I )

Ketika tak kubiarkan:

Bibirmu kesepian

Kupingmu terlantar, dan

Hati bergetar tanpa aku di sisimu

Aku mencintaimu...

Love is a measure



Cinta ( II )

Perjumpaan itu seperti lautan

Ada waktu kau terpaksa hanyut

Sebab debur “ I Love You” lebih kuat dari pada karang,

Kau terdampar di pantai hatiku

Membawa serta gelisah juga jawaban

Tapi sayang, bolehkah aku mencintaimu dengan puisi

Supaya dirimu bisa kuhadirkan di malam-malam sunyi?



Selagi kata masih bisa kurangkai

Kau ‘kan tetap kucintai



Cinta ( III )

Sudah sekian jumpa, dan

Kau tak bedahnya sunyi biara, rumahku

Tak satupun sapa mesra

Hanya curiga dan badai galau



Kuharap valentine ini kita bertemu

Jangan lupa membawa kasa

Buat balut luka di rusuk ini

Cinta adalah lukamu, lukaku...

Februari,  2017



RINTIK-RINTIK CINTA

Awan mendung membagi hujan

Daunan pagi membagi embun

Perempuan Yerusalem menangisi Mesias.



Valentin tiba pinta berkah:

Semoga rintik-rintik cinta dari doa-doa kita

Membasahi tanah Timur Tengah

Februari, 2017























MOMEN KUNCI*

(In memoriam, sastrawan Gerson Poyk)

Mutiara di tengah sawah* kemilau kata

Telah dikau kalungkan di leher sunyi savana

Membias binar pijak awal aksara bergegas,

Wangi cendana membahana sepanjang juangmu.



Dikau pahlawan kata mentari dari timur

Terbit jauh menembus jendela tanah abang

Mengemas serta senja Flobamora yang indah,

Dan katamu takkan terbenam,kekal menghijau.

Momen kunci menambah hitam tintah,rimbun rindang sunyi

Kata kami berjatuhan bagai rintik desember



Dikau pahlawan kata pulang pada jumat elegi

Air mata kata berdering,rintik sajak menetes

Kehilangan adalah kedip duka mata hati,luruh

Segumam doa: “Abba,ya Bapa,terimalah hamba-Mu,

Jurutulis yang mengabarkan kasih-Mu kepada dunia.”

Sabtu, 25 Februari 2017

Keterangan:

*saya pilih judul ini karena terinspirasi oleh tulisan kisah proses kreatif beliau sendiri yang berjudul,DARI MOMEN KUNCI KE MOMEN KUNCI.

*karya sastra pertamanya,cerpen yang dimuat majalah sastra (Nomor 6,Tahun 1,Oktober 1961) dan mendapat hadiah dari majalah tersebut sebagai cerpen terbaik tahun 1961 itu.



















































Gugur Daun

   Gugur daun adalah irama detak waktu

Yang mengisahkan  betapa berartinya hidup

 Jika harus gugur, kehilangan nyawa demi suatu keluhuran:

PERTUMBUHAN

Deus incrementum dedit



                                                                   Kamis, 23 Februari 2017

































JENDELA

Halaman kenangan yang mencatat

Betapa indahnya jatuh cinta



                                    2017































MATAMU (1)

Ayat-ayat sunyi

Yang selalu memandangku,

Memanggilku......

                                                2017

































MATAMU (2)

matamu adalah ombak yang menghanyutkan

Entahlah aku, hanyut atau karam

Terdampar atau tenggelam?

                                                2017

































SUNYI

Adalah kemesraan,

Tuhan mendengarkan kata hatiku

Gelisah dan galau

            2017

































POLI(TIKUS)

Liar, berkeliaran tanpa cahaya nurani

Suka sekali mengagumi senja negeri ini

Tiada satu titik tangis jatuh,

Tikus tak punya duka

Panenan demokrasi gagal sepanjang tahun

                                                2017



ASMARA

Di bibir bawahmu yang sunyi

Kutinggalkan luka, sebab

Kau tak mampu bertahan, sajak ini

Lebih sakti dari ilmu silat

            2017















MEMBASUH TUBUH

Pagi-pagi sekali aku ke kamar mandi

Kudapati penyair kecil sedang

Mencuci celana dalamnya yang mewangi kencur

Semalam ia bersenggama bersama sajak

Dan sebelum matahari tertawa

Ia membasuh tubuhnya

Puisi mampu mencipta orgasme

                                                2017

























KANTUK

Malam kau ruangkan peluk

Bagi kupu yang rapuh sayap

Peluk sampai laut tenang

Dan esok kau kehilangan embun,

Mata batin mengering

                                                2017

































PUAS(A)

Aku mencintaimu!

Biarlah cawan ini aku reguk

Sampai senja benar-banar habis

Dan bila esok tiba aku sudah di Yerusalem.



Cawanmu memuaskan aku,

Aa........, puasssa.....!!!!



                        Kamis, 16 Maret 2017 



























MATA SAJAK MEMANDANG MELAMPAUI

Dari sunyi mata sajak memandang

Melampaui

Bahwa matahari tidak pernah terbenam

Sebab senja adalah cara terbit paling elok

Nyatanya Tuhan tidak pernah menutup mata



                                                Kamis, 16 Maret 2017 



























MATA ILALANG

Sekali kedip menghunus mencabik

Sekali katup tak setets pun menetes

Sekali memandang memerah api

Kamis, 16 Maret 2017 













DEO GRATIA

            : soli Deo

Dari debu dan debur nafasMU

Dari tanah dan tenun sabdaMU

Lukis manusia di kanvas Eden rahim ibu

Tergambar aku rupa manusia rupamu

Dan bibirku seranum sempurna menggurat semburat senyum

Yang mengigau, Deo Gratia.



Dari debu aku pun debar, takut

Jika bayu tiba mengajak lelap sepasang mata, lalu gelap.

Dari debur aku melebur, angin

Angin lebih mencintai yang kering dan lemah,

Semoga ke Yordan ia membawaku.....



Dari tanah aku tak mampu bertahan, pedang hujan

Lebih berkilau dari kepunyaan Petrus

Menghunus relung-relung jauh; aku hilang gairah

Lembar mazmur berlumur darah.

Dari tanah aku coba jadi lapang, biarlah benih itu jatuh

Mati tumbuh berbuah



Aku debu aku tanah, adalah

Teman perjalanan angin di jalanmu,...

Aku debu pada jejakmu, berjalan pada jalanmu

Sebab Engkau adalah angin paling setia

Deo Gratia.....



Aku debu aku tanah

Aku ranting aku berbuah,

Aku adalah petualang berjubah

Sedang menyusuri jejak Sang Guru

Jalan sunyi ziarah puisi..

Deo Gratia.....

                                    Kamis, 16 Maret 2017















































KUK RINDU

: A.R

rindu adalah beban paling manis

yang setia memiliki pundak



ada kelelahan yang merona pada setiap butir peluh

yang berderit pada pori-pori kenangan



beban tanpa lelah adalah ilusi,

sebagaimana kau tahu, aku kecapaian

tapi lelah ini adalah salju

 yang mengajarkan aku mencintai tubuh memeluk jiwa



ah...

kuk rindu adalah dirimu

yang manis dan manja



                        Kamis, 16 Maret 2017





















TOLONG........

tolong jaga ketenangan

tolong jaga kenangan

tolong jaga kesunyian

tolong jaga impian

                        Nenuk, 2017





























DI HADAPAN CAHAYA LILIN

di hadapan cahaya lilin

saya menjelma padi yang menguning

                                    Nenuk, 2017



































BULAN TENGGELAM

horison malam hari,

sunyi bintang-bintang, dan

dering-dering hampa

kabar tiada kabar, kau sibuk

hibuk dalam cemburu

“jangan ganggu aku lagi!”

bagai angin puyu mengibas daun telinga

aku terperangah,…..



sudah malam,

dering pun hampa

bulan tenggelam....

aku hanyut di antara mendung-mendung

                                                Nenuk, 2017 







SUDAH SENJA

dadanya yang sepi seperti daun talas

menyimpan butir-butir lelah yang bening dan jujur.

rusuknya hampir lapuk sebab hujan-dingin-kemarau

setia memeluknya lewat dentum-dentum batuk yang gelisah.

denyut jantungnya-kidung agung dinyayikan cinta

yang kehilangan melodi dan keindahan,

sudah senja.......

mengapa kenangan demi kenangan

bertumpuk di dadanya yang tak sanggup

jadi bantal buat kepalamu?

sudah senja.....

                                                Nenuk, 2017





















LAMBAIAN TANGAN SUATU SIANG

(Buat: Jorge, Nato, Simon, Salamaon, Agus)



kawan, siang itu angin memudar, sepoi tinggal separuh

kita eratkan degup hidup dan isak mata

membisikkan dingin kata: good bye

lengan bebas mendekap bebas mengepak

sampai terjadi dari balik kaca mobil senyum membening

tinggal pias lambaian tangan bagai menyapu gerimis mata

haru biru..........



kawan, pulanglah dengan tegap langkah, tegar pandang

agar bulan yang kita lukis di langit biara tetap terang

memancar dari tubuhmu yang rindu lampin angin

yang manis bercengkrama di beranda novisiat Nenuk,

rumah kita yang berkahi tawa dan tapa doa dan damba.

kawan, siang itu angin tanggal dari dahan musim

dan dari balik kaca mobil kalian lambaikan tangan

kubalas...... tapi dari relung paling jauh

tak kurelakan terjadi…,



akhirnya kita harus saling merelakan

belajar menjadi seorang diri, agar mengerti

rindu itu rupa apa

doa ini buat siapa



                                    Nenuk, 2017



                       



                       



SUATU MALAM DI TEMPAT PAMERAN

BULAN SABIT PUN TERSENYUM BINAR



Malam menaggalkan dingin dan ingin berpendar gemerlapan

Di antara hiruk-pikuk pesona dan gemuruh debur kagum.

Kita berjumpa walau keluh; adakah dulu mawar sempat mekar?

Sekejap kecap anggur terteguk.



Kita berpisah ketika lukisan dan pembacaan sajak

Menjadi pilihan ingin masing-masing. Aku masuk aula

Dan kau menata senyum dari binar kagum matamu

Pada stan yang memajangkan lukisan-lukisan eye catching



“Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka”

Kuingat baris ini ketika kupandang jauh.

Dari pintu kubalas senyum bulan

Sambil kudengar bisiknya:

“Malam ini kutitipkan purnama untukmu.”



Orang ramai mengurai rinai rindu

Di sepanjang tatap membekas percik-percik

Nostalagia. Aku semakin sendiri.

Di depanku ada yang merona:

Anak-anak cacat merayakan ria gembira yang sendu

Langkah mereka mengharukan; kaki-kaki kecil

Yang kehilangan firdaus, galau gemulai

Sepi dari alas kaki bagai kemarau di ranting cemara



Kudekati seorang yang masih riang.

Bertumpu dengan kaki kanan, keringat memancar dari pipi

Ia tersenyum padaku dan berkata: “Aku sedang merayakan purnama.”

Aku kagum-kagum: “Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka.”

Aku memeluknya erat dan kurasakan hangatnya rembulan

Dan belaian gemintang dari lengan perkasa.



Malam itu, bulan sabit pun tersenyum binar



                                                                                    Mei, 2017









KUNTUM YANG MEKAR SENJA KALA

                                                : A.P

Sering kita saling kontak

Malam terlalu malam pun sampai

Kangen kamu,” tulismu suatu malam

Aku tak membalas

Pulsaku tak sudi melunasi masa lalu.



Kuingat dulu, kita saling sayang

Bertemu dan menulis basa-basi

Di halaman yang selalu diincar mata.



Suatu waktu engkau datang

Bagai layang-layang putus utas

Bersandar tanpa gelora tanpa gairah

Engkau milik siapa?

Kuntum yang mekar senja kala.

                                                Rabu Subuh, Mei 2017











SENYUM

Kita saling berbagi sebelum berpisah

Engkau bekaskan senyum setelah kusematkan

Mekar melati di kuping kananmu.



Aku dandani waktu dengan membaca

Membaca suratmu yang cakap tutur

Tentang rindu dan setia

Melati layu supaya kenangan jadi abadi.



Suatu waktu aku berjumpa dengan seorang suster

Tudungnya manis sekali dikibas angin kagum

Dari dadaku. Ia tersenyum dan aku ingat senyummu.



Percayalah,

Senyum adalah api cinta yang menghangatkan kenangan.

                                                                        Sabtu, 27 Mei 2017







DUKA

Di antara untain tangismu

Kuselipkan dingin dan gelisah rindu

Kenangan saat silam ketika kupungut

Merah ginju di bibir senja milikmu,

Lalu aku tinggal piatu

                        Jumat, 14 Juli 2017































PERCIKAN CINTA

 Di tempat pesta

Masih kujaga jarak

Agar purnama wajahmu terus berbinar

Sebab keindahan adalah ketika aku hanya memandang dan tersenyum



Engkau gadis Timor rupa elok

Elok bagai bakung,

Sungguh matamu melati putih jelita

Alis lentik kemilau

Mamancarkan pernik cahaya bintang



Aku masih hanya memandang kagum.

Tiba-tiba kurasakan percik cinta menyentuh dadaku

Debur melebur

Aku jatuh cinta?



Tak sempat kuucap kata

Engkau sudah di sisiku,

Jarak masih kujaga.

Tambah pesona ketika bibirmu memerah sirih pinang

Aku terus memandang sampai bola mataku

Menjelma galeri yang menyimpan keindahan dirimu

Sekali waktu akan kubuka dan apakah aku

Masih hanya memandang lalu tersenyum?



Selasa, 18 Juli 2017







DI BAWAH CEMARA



Di bawah cemara di samping gereja

Di dalam pot waktu

Kita semaikan warna pelangi

Berbatang embun berdaun awan



Di bawah cemara

Di dalam pot waktu

Tumbuh kembang kenangan,

Memekar warna-warni cinta

Mawar dari suatu musim

Yang kelopaknya gugur

Di tengah telaga terindah tubuh

                        Selasa, 18 Juli 2017

































CIUMAN

Di bibirmu yang merona senja

Kulabuhkan purnama.......

                                    Kamis, 28 Juli 2017























































BERDOA

Lalang masih meminang gandum



Tiap kali aku berdoa

Tiap kali itu juga aku berdosa



Berdoa: caraku untuk berdosa

Lebih baik dan sunyi

                                    Kamis, 4 Agustus 2017













































SALAM BAHAGIA ABADI

(In memoriam Rensi Wolor)



Hidup adalah perjalanan pulang

Lonceng gereja berbunyi memanggil

Sebelum gema terakhir sayup-sayup

Engkau telah di depan pintu

Mengetuk atau mengkhianati?



Seperti daun lekas ranggas

Musim dari musim yang pahit

Engkau gegas kembali,

Tak kubayangkan setragis itu lakonmu

Lakon berjudul: gantung diri

Siapa protagonis siapa menangis?



Senja terbenam di dadaku, temaram

Doa terbit dari bibirku, merona

Kita sahabat sekolah dulu

Nosatalgia berbunga mewangi air mata



Sahabatku, Tuhan mencintaimu

Aku menyapamu, salam bahagia kekal

                                    Nenuk, 6 Agustus 2017















DI MANAKAH ENGKAU TINGGAL?

Di gubuk duka

Rumah bagi lelah yang terus lelah,

Gigil piluh dan dingin letih

Adalah tamu malam-malam luka



Tubuh kering, layu, dan akan gugur

Meringkuk di tanah becek.

Lubang atap ilalang cucurkan air paling sejuk

Membasahi rambut-rambut lusuh perempuan mulia

Mendekap anaknya yang berbahahgi dengan air mata,



Gubuk luka dan duka

Rumah bahagia bagi letih lesu yang tak selesai;

Sudahkah kita kunjungi?



Di jembatan jelata

Tempat tidur bagi dingin yang selalu dingin

Membaginya lewat nyanyi mengais rupiah,

Membasuh diri dengan air kotor

Bersih bila dipandang kasih.

Di bawah jembatan ada cinta yang tak sempat disapa



Di manakah engkau tinggal?

Tanya sebuah puisi

Mari dan lihatlah!

Jawab sebuah puisi

                                                            Nenuk, 23 Agustus 2016































RUMPUT HIJAU

Rumah bagi embun

Setelah malam jatuh dari tebing

Paling terjal dalam sejarah,

Melodi dingin merdu di taman-taman tubuh

Rumput hijau tumbuh dalam jiwa.......

Sudahkah kita menghijau?

                                                Nenuk, 21 Agustus 2016



























EMBUN

pada daun berembun

kutemukan wajahmu,

masa lalu saat matamu

menggugurkan bulir-bulir cinta

                                    Rabu, 6 September 2017































PERTAMA KALI

pertama kali melihatmu

aku mengerti bahwa perjumpaan

adalah bencana,

ada gempa dalam dada

ada badai di mata,

pertama kali, so amazing

                        Senin, 11 September 2017



























PINUS

pada ladang embun hijau

dingin berkeriapan

dan di dadanya yang lapang

tumbuh pinus-pinus manis

yang matanya memandang langit

menengadah, berdoa

                        Senin, 11 September 2017



























MENCARI EMBUN

aku mencari embun di bulan-bulan basah

musim hujan yang rajin melayat

duka derita orang-orang ladang



aneh, kutemukan dia di antara rintik-rintik

serupa ratapan serupa nyanyi, sunyi......

                                    Senin, 11 September 2017



























MARAH

kita berciuman

di bawah rinai rindang santiji

ombak berdesir dari dekat sekali

cemburu pada bibirku yang merona gincumu



bibirmu terluka tergores puisi

lalu kau marah padaku



marah adalah ramah yang merah

berkibar di tiang tawamu

                        Senin, 11 September 2017



















MAWAR

di atas meja belajarku

tumbuh mawar merah yang ramah



ia mencintai hujan

dan merawat air mataku



tengah malam aku berteduh di bawah kelopaknya

dan ia mengajarkan aku tentang keindahan



keindahan adalah Tuhan

yang sedang meyembuhkan matamu

menghangatkan alismu

                                    Senin, 11 September 2017















SELIMUT

hidup dalam kesunyian ini

ramai sekali dengan rindu dan kenangan



tidur-tidur malam

terlalu sulit memungut mimpi



selimut kenangan membungkus bau tubuhmu

aku terus ingin, dingin sendiri



ingin pulang sekedar terselip

di imut pelukmu

                                    Senin, 11 September 2017



















CURHAT SEORANG TAHANAN

tengah malam di antara baris jeruji

ia bisikkan sepatah kata ini: semoga

aku tetap di sini supaya bapa presiden tahu

kalau Indonesia belum merdeka.

                                    Sabtu, 14 Oktober 2017 





























DI DALAM TOILET

tidak hanya itu yang pamit, tapi

dihembuskan juga segala perkara hidup, dan

caci maki yang kerap lupa kita bersihkan

tetap tinggal melekat di bibir toilet.

aromanya aduhai......

mampu mencipta mimpi

tentang hidup sehat dan suci

                                    Minggu, 15 Oktober 2017 

























DI ATAS BATU KARANG KUTULIS PUISI INI

di atas batu karang

di antara gemuruh pecahan ombak

di bawah matahari senja

kutulis puisi ini



kukenang sepuluh tahun silam

saat kau rebah memeluk tubuh

seakan berserah melepas segala lelah

seakan mengucap: “Aku tak bisa hidup tanpa kamu.”



ombak membilas pelataran pantai

angin menyapa rambutmu

rambutmu menyapu wajah  dan leherku

seperti sepoi-sepoi cinta yang menghanyutkan kita



tak ada lagi ketakutan

melepas pias segala berhembus

kita hidupkan laut jiwa dari tubuh

gemuruhnya lebih daripada ini, kita

tenggelam ke dalam dalam mahadalam



cinta adalah laut yang menghanyutkan

kita sedang berhati-hati, kelak

kau atau aku disantap badai: setia dan cemburu,

mencoba bertahan berarti siap dimainkan ombak: terombang ambing



ah, mengapa

di atas batu karang kutulis puisi ini

sendiri mencium aroma galeri cinta

rupanya kau tak bertahan, laut menghanyutkanmu, pergi...jauh...



di atas batu karang kutulis puisi ini

sekedar merapikan jiwa

menghembusi batin dengan kata

agar aku setegar karang seputih buih



                        Tanjung Bastian (14:20), 20 Oktober 2017









DI HADAPAN LAUT

di hadapan laut

di antara belain buih

dan sepoi deru ombak

kutemukan jiwa yang damai

hati yang memiliki puisi

damai...

abadi....

                        Tanjung Bastian, 16 Oktober 2017

























KAGUM

Tuhan menggaris warna

di langit senja,

temaram agung, dan

aku karam di kaki langit

                        Tanjung Bastian, 17 Oktober 2017































PESONA

di antara untaian rintik hujan

kutemukan rinai air matamu

dingin dan menggelikan

                        Nenuk, 24 Oktober 2017

































WAKTU KITA BERCIUMAN

waktu kita berciuman

tercipta musik: simponi romantisme

nada-nadanya dinyanyikan setiap manusia,

ciuman itu universal

                                    Nenuk, 24 Oktober 2017































TENGAH MALAM

tengah malam,

kudengar gemericik air pembuangan

kantuk terlepas dari tangkainya.

tengah malam,

kudengar suara minta tolong sayup-sayup , jauh dan sunyi

jeritan malam buta dari rumah malam.



tengah malam,

ada yang sempat kusaksikan:

bulan menangis bintang menangis

air matanya kurenungi tiap kali lampu padam

                                                Nenuk (1:24), 29 Oktober 2017

















PURNAMA DARI TIMOR

                        : Chyka Manhitu

engkau gadis timor rupa purnama

berbinar anggun suatu malam musim asmara,

cinta pada tatap pertama,

engkau purnama

purnama dari timor



senja tiba kita berjumpa

di lopo lumbung cinta

engkau melepas tawa

bagai merpati mengepak sayap

sirih pinang memerah di bibirmu

adalah ginju paling indah dari jiwamu gadis desa

adalah juga senja yang menerbitkan riak cinta dalam dadaku

engkau berbeda

rambut ikal ala gadis kampung...

kk, aku jatuh cinta padamu

cinta tanpa kemungkinan dan kepastian

aku hanya mampu mencintaimu dengan puisi

agar aku mampu menghadirkanmu dalam kata

kata doaku: Tuhan, berkati Chy agar ia tetap

menjadi purnama di langit malam biara sunyi.

                                    Uim’oni, Desember 2017





































DAUN GUGUR

            : Chy

begitu mungkin kita saling memandang

lalu tersenyum kecil di beranda rumahmu,

di hadapan ayah ibumu kita rapikan deru ombak

mawar merah dalam dada, segala damba bertepi



angin malam asmara berembus

memetik helai rambutmu bagai sepoi keindahan

aku hanyut bagai daun gugur di tepi telaga

aku daun gugur di ladang hatimu



Chy, katakan pada orang tuamu

kalau kita adalah sepasang merpati

yang ingin terbang bebas, lepas cakrawala

memetik purnama buat mereka

                                    Uim’oni, Desember 2017











APA SEBENARNYA CINTA KALAU DUA ORANG YANG SAMA

MENARUH PERASAAN YANG SAMA PADA SATU ORANG?

Di pantai kau bertanya

Amarah mendesir jauh debur ombak

Pecah karang diterjang,

Sangkahmu aku berlalu di lautan

Pernah, dan kini ke laut jauh lepas pesisir



Aku masih mencintai lautmu yang miskin badai

Kucoba agak jauh darimu ‘tuk mengerti dalamnya cinta

Tapi kau tak rela, “Biarkan aku mati...”

Lambai jemarimu sepoi-sepoi



Di laut lepas aku bebas memandang

Begitu merdekanya mencintai,

 kadang aku begitu lugu

dan ia bebas menghempas sunyiku

lalu aku terdampar di pesisir hatimu

aku kembali dan kau masih bertanya:

mengapa engkau bebas mencintai, dan

aku tak kuasa menahan benci?

                        Ketika Engkau Cemburu, Oktober 2017

























































Rindu Dari Padang Sunyi

                                   :A.R

“Aku  ke Malaisya menengok famili. Ayah sedang sakit parah.”

Dari pelabuhan Lorens Say engkau mengirim pesan

Aku baru membacanya setelah hujan hari itu

Kelopak bunga gugur di antara rinai

Taman jadi lagu gugur bunga

Aku mengheningkan rindu segala kenangan tentang kau



“Kita tidak saling kontak. Soalnya ade di biara

Mengembara dalam sunyi dan kk di negeri orang,

Suatu serpihan getzemani.”

Kopi tinggal dingin asbak tinggal debu

Putik-putik musim berbuah di pelupuk daun



Aku memandang jauh memeluk sayup-sayup gambarmu

Di Bukit Manuk tempat kita nyalakan lilin

Untuk menerangi lorong cinta....

Engkau merapihkan tudung, dan

Aku tenggelam dalam huruf-huruf sajak di bibirmu

Sebuah kenangan yang malu-malu kita hadirkan

Di hadapan salib Tuhan



“Ade, jangan lupa memutar kenangan untuk sarapan pagimu

Dan merawatnya bersama tidurmu selama aku di kejauhan

Mengibarkan lampin harapan: setia sampai mati.”



Aku di beranda biara

Membentangkan rindu dari padang sunyi:

Semoga kujumpai kau ketika hujan lebat sekali

Dan kita mengikhlaskan sebuah pelukan

Atas nama cinta laki-laki dan perempuan

                                                       Jumat, 23 Februari 2018







































Suatu Senja Di Lorong Biara

                                    : A.T.

Suatu senja di lorong biara

Engkau bertanya padaku:

“Ef Er, apa artinya ‘semilir’, dan dosakah

Bila kutitipkan sepoi rindu pada pias jubahmu?”



Angin berembus lembut menyapu wajahmu

Melati putih serpihan purnama, gadis Timor

Keindahan yang tak selesai aku kagumi



Aku memandangmu dengan senyum

Sambil kubisikkan puisi jiwa:

“Semilir adalah wajahmu yang merekah senyum

Membuat aku tenang berteduh di bibirmu, pelabuhan asmara.”



Engkau tertawa manja lalu tunduk malu-malu

Aku dekap jemarimu ‘tuk rasakan getaran cinta, aku yakin:

“Tiada dosa dalam cinta. Rindu yang engkau titipkan

Menambah cemerlang putih warna jubahku.”



Suatu senja di lorong biara

Kita sama-sama temaram

Senja jingga percintaan

                                                Nenuk, 17 Maret 2018



































Rambut Tergerai

                        :A.T.

Di kapel suci

Aku masih memandangmu



Senyummu merekah kalem, suatu berkah

Menyembuhkan hati yang sedang gundah



Rambutmu tergerai berpias, di sana

Kutemukan unataian-untaian keindahan



Wahai, engkau perempuan adalah yang terindah

Dari segala keindahan yang diciptakan Tuhan



Aku tak letih-letihnya mengagumimu

Lalu menulis puisi tentangmu di malam sunyi



Dan di kapel suci kuberdoa:

Tuhan, bolehkah aku memiliki dia?

                                    Minggu, 18 Maret 2018



Secangkir Teh

            : A.T.

Engkau singgah di dapur biara

Menawarkan aku secangkir teh:

“Ef Er, minum teh ini? Tanpa gula.

 Aku menyeduhnya dengan rindu dan setia.

Rasanya adalah asmara dan akan tinggal nostalgia.”



Aku tersenyum kecil

Senyum seorang penyair  amatir.

Aku menikmati teh itu

Bukan dengan bibirku

Tapi jiwaku dan di dasar cangkir itu

Aku temukan setangkai mawar yang masih segar

Hatimu yang tulus matamu yang jujur.

Engkau adalah mawar merah

 Yang tumbuh di taman ingatan, dan

Aku rindu minum teh tanpa gula

Bersamamu ketika bulan purnama

Terbit di langit bibirmu.

Nenuk, 22 Maret 2018



Dari Jendela Kamar Makan

                                    :A.T.

Dari jendela kamar makan

Aku rekam jejak petualanganmu,

Engkau ingin jadi merpati

Terbang bebas meraih cakrawala

Untuk memeluk bulan mendekap gemintang



Engkau ingin masa depan yang gemilang

Engkau ingin tetap tertawa

Engkau ingin tetap tersenyum

Meskipun asap dapur menggugurkan air matamu



Dari jendela kamar makan

Aku baru mengerti:

SEORANG PEREMPUAN TAMPAK CANTIK

JIKA IA BERSOLEK DI DAPUR .

                                    Nenuk, 22 Maret 2018





Selamat Ulang Tahun

                                    :A.T

Hari ulang tahunmu tiba

Aku rindu bersamamu

Merayakan ulang tahunmu

Menyanyikan ‘Happy Birthday To You’

Dan menyaksikan engkau meniup lilin

Lalu kita bertepuk tangan ria



Tapi mau bagaimana lagi

Cinta punya caranya sendiri

Ia mau kita menjadi diri sendiri

Saling mengerti dan percaya

Cinta adalah lukamu lukaku

Tawamu tawaku



Maaf, aku tak punya hadiah indah buatmu

Hanya ini, puisi ini.....

Aku ingin mencintaimu dengan puisi

Agar aku mampu menghadirkanmu dalam kata

Kata doa: Tuhan beri ia umur yang panjang

Dan tunjukkanlah jalan agar ia sampai tujuan dengan senyum.



Kak, dari kamar kenangan yang sunyi dan suci

Aku ucapkan: selamat ulang tahun

Dan kutitipkan salam beribu kecupan sentuhan beribu rasa.

                                                                        Nenuk, 22 Maret 2018



BINAR WAJAHNYA

 Pandangan pertama adalah rahasia paling manis

Yang melekat di ujung lidahnya dan lidahmu.



Suatu malam di taman doa

Ia berdiri manis dekat lampu taman

Rambutnya yang sunyi terikat kalem

Menghambat kagum di tenggorokan



Kau tak nyaman di bawah  cemara relung sepi

Matamu melepas pandang rasa pada jelita

Yang menyita purnama bibir



Kau  tampak cantik ketika bola lampu

Menamparmu dengan mata cahaya.”

Katamu bagai kicau pipit

Merdu harap dan bersahabat



Binar wajahnya membuat kau lupa

Memanjatkan doa cinta buat Ratu Rosari



“Fatima, binar wajahmu meluruhkan

Kelopak mawar merah di pelataran rusukku”

                                                                                                Nenuk, 2017


























Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJAHMU

Untukmu, Perempuan yang Berwajah “ Wajah perempuan adalah langit malam purnama. Merona dengan kemesraan yang dalam. Lelaki yang memandangnya hanya bisa memandang penuh kagum sejuta puji, tetapi tak pernah bisa meraih keadalaman rahasia wajah bulan purnama dari seorang perempuan. Wajah perempuan, cahaya permata yaspis, cemerlang bintang kejora, milikmu! Aku ingin merangkulnya dengan ciuman-ciuman .” ~Edy Soge Ef Er~   Hello Puan, Tangan Tuhan telah membentukmu dengan keagungan dan kecantikan. Perempuan, siapa pun dia, hitam atau putih, cantik atau norak, mulus atau menor, ia tetap indah. Hati perempuan tetap indah. Itu tak tergantikan. Pancaran sinar hati terbit di dua pasang mata lalu cahaya itu merebak ke saraf-saraf di seputar wajah, kedua pasang pipi memerah dan wajah tampak bersinar bagai purnama, bagai kejora, bagai permata yaspis. Tuhan menciptakan perempuan sebagai keindahan. Karena itu saya sering mengakui dan tetap yakin bahwa perempuan adalah singgasana segala k...

MENDAMBA SAMBA

Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Costa, putri Samba kumendamba   Hewa, Juni 2016 Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Cos...

Via Dolorosa Tuhan dan Pandemi Covid-19

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga… tabir bait suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah.”  (Mat27:45,51) Saya membayangkan suatu dunia yang sepi dan diliputi ketakutan. Dunia itu ibarat Golgota Tuhan. Banyak orang di sana. Berada dalam ketidaktentuan pilihan dan jawaban. Sebab imaji Golgota adalah ‘tengkorak’ (place of the skull), malam gelap wajah kematian, deru gemuruh malapetaka, segenap jasad berlabuh di sana. Orang-orang menjadi takut dan Tuhan sungguh amat kesepian ditinggal Bapa. Namun iman menjadi terang benderang di hadapan tapal batas kehidupan. Meski ditinggal Bapa Tuhan masih tetap pasrah, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Meski takut kepala pasukan tetap mengakui pribadi Ilahi Yesus, “Sungguh orang ini Anak Allah”. Penyamun tersalib menyadari imannya, “Yesus, ingatlah aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Iman kita diuji di dalam penderi...