MIMPI
Ada nyanyi pada lidahmu
Kuping menangkup sendu
Dari mimpi menusuk syaraf
Dan aku bangun tiba-tiba
Berdoa dan mengemas kata
Nenuk, 20 Agustus 2016
AIR MATA MELELEH DI KACA JENDELA
Kali ini kudengar dering air mata yang
berbeda
Dari dekat sekali kehilangan itu berderai
Dinding pasrah memantulkan resah yang
menyala
Lantai lapang menyimpan hentakan tangis duka
“Ia kehilangan ayah!”
Terlontar lewat jendela
Jatuh dan membasahi rerumputan
Aku semakin dingin, menyaksikan
Air mata yang meleleh di kaca jendela
Embun rasa iba dari negeri seberang
Nenuk,
27 Agustus 2016
KAMAR SUNYI
Aku dan sunyi memeluk erat sekali
Sampai kami tak lagi berbeda
Aku menjelma sunyi dan sunyi adalah aku.
“Segera
tidur sebab bola mata harus
Dimainkan mimpi.
Jantung punya lagu yang harus didengar jiwa.
Maka ingatlah, tidur
adalah jalan menuju sunyi”.
Kata sunyi ketika nafasku adalah dirinya.
Kamar sunyi
Aku lelap
Dibalut sunyi mahasunyi
Nenuk,
30 Agustus 2026
RINDU DARI BIARA
: A.R
Bibirmu gemetar oleh
namaku
Kau titipkan salam
rindu
Lewat bibir
yang akrab kubaca sebagai teman
“Aku sudah jatuh
cinta pada sunyi”
Katamu mendekap
samar bayang diriku
Kau masih rindu dan
aku sangsi
Entahlah,bagiku ini
hanyaah kenangan di awan
Kita lewati jalan
yang tidak semua orang lalui
Ini adalah romansa
yang karib mengemas barangkali
Apakah kita saling
rindu?
Aku begitu paham
suatu nanti
Kau menjelma mawar
yang kelopaknya jatuh
Tatkala badai
gerimis menerpanya
Dan tinggalah
duri-duri sepi yang menikam bola mataku.
“Rindu dari biara
adalah anak sunyi yang sering menangis
Di atas pangkuan
doa-doa pribadi.”
Kataku yang begitu
sanggup hidup tanpa rindumu
Sahabat,katakanlah
pada Tuhan
Bahwa rindumu padaku
Adalah doa paling
teduh.
Nenuk, 2016
DOA PENYAIR
Bapa, berikan aku rezeki puisi
Pada sunyi hari-hariku agar aku
Tidak lapar dan sendiri
2016
PULANG
Lewat jendela ia
datang
Dan kepada bibir ia
toreh kecup masa lalu
“Mengapa kau
lewatkan
Satu bait sajak di punggungmu?”
Ia begitu perhatian
dan dengan santun
Menyodorkan
secangkir kopi pahit
Nenuk, 2016
DARAHKU MAWAR MERAH
Rumah Sakit
Sitohusada suatu siang
Merekam karamnya
kapal darahku di laut nadimu
Yang rindu
mengalirnya debur hidup,
Biarlah ia lelap di
lengan karang jiwamu
Sebab kurelakan
harus terjadi.
Darahku mengalir
semilir di urat nadimu,
Aku tak mau matamu
lelap bersama embun;
Kuhadiahkan merahnya
dua kantong doa
Agar bola matamu
binar memandang.
“Aku rela layu di
bening matamu.”
Rumah Sakit
Sitohusada suatu siang
Adalah eden cinta
yang menyita pandang mata
Mawar merah kita
eratkan bersama rintik waktu,
Aku telanjur
membiarkan ia tumbuh di hilir alir darahmu.
“Kau adalah taman
yang bakal aku singgah, sekedar
Menikmati indahnya
kembang merah jiwamu.”
Rumah Sakit
Sitohusada suatu siang
Kau terbaring lemas
mengemas rinduku
Aku tegar berbaring
membagi harapmu
Barangkali kau
paham, darahku mawar merah.
Nenuk, 2016
RINDUKU, RINDU DARI TIMOR
:
M.L
Wangi cendana membahana di hidungku
Hidung yang menyimpan bau tubuhmu
Molek dan sejuk bagai savana
Menghijau kenangan simpan pesona
Kak, tanah Timor adalah wangi cendana
tubuhmu
Merasuk relung-relung tubuh,
Masih embun tamasya hijau pelukan di malam
buta
Kau lebih pandai memberi arti jumpa
Kak, aku rindu padamu
Rindu dari Timor binar Lorosa’e,
Kuharap kau simpan embun bibirku
Yang membening di jidatmu, meriap dalam jiwa
Timor
(Nenuk), 2016
FIRDAUS
“Ia mati dengan tangan terbuka, mata terbuka
Dan mawar tumbuh di dadanya. Tubuhnya
mewangi taman.”
Cerita seorang ketika malam terasa pedis dan
rumah
Digenangi air mata. Menangisi dia yang telah
dimakamkan.
Tangis sampai sedap malam menjelma ukup
dupa.
Air mata jiwa menitik sampai timur menegur
Lewat jendela dan sempat singgah di
pelataran
Taman mata. Aduh, ia membawa serta
orang-orang yang dibangkitkan.
Sabda mereka:
“Firdaus adalah ketika orang miskin
tersenyum, anak beta di rumah
Dan orang tua mendekapnya dalam doa dan
cinta.”
Nenuk,
2016
CERITA TAMAN
Aku terlempar ke
dalam rumah pagi
Beratap embun hijau
Berdinding dingin bening.
Di sana kubaca cerita taman:
“Kau akan dibalut
dingin paling dingin ketika
Jemarimu membawa
pergi ranum yang tak kurelakan”.
Nenuk, 11 September
2016
LEMBAR PERTAMA PUISIKU KUYUP
Telah lelah mengecup
bibir retak aksara gersang yang terpaksa aku pelihara di tengah padang lalang
yang congkak. Rimbun menimbun dendam dan akhirnya menjelma makam bagi puisi
paling rendah hati.
Mataku embun.
Langkahku langkah kuda. Aku benamkan topi di kepala angin dan berlari ke dalam
tubuh, memejamkan mata menukik, menikam lambung kasih sayang. Jiwaku disentuh
bahasa purba. Rintik-rintik kata membasahi jendelanya.
Tiba-tiba dari
kejauhan aku mendengar melodi rintik; getar dawai awan yang dimainkan hujan.
Nadanya berjatuhan di dahan, ranting dan atap rumah sukacita; membentuk
lagu,”Hujan Rintik-Rintik” yang merdu, lugu dan manis sampai jemarinya
menyentuh bagian paling halus dari jiwaku. Aku saksikan syair menitik di kolam
panjang yang lelap. Syair mendekap tubuh mengecup sukma. (tik tik tik lalu
titik - sunyi.....)
Tintah bening aku
biarankan jatuh dan mati. Bibit yang disemai dengan sunyi dalam doa. Tumbuh
rimbun; semerbak merebak abadi. Lalu lalang melayang hinggap di karang-karang
kelaliman. Maka lembar partama lembab; merangkul sajak padi paling kemilau.
Embun ramai membagi titik tangis pada bibir daun kata.
(tiktiktik.....tik,tik,tik,tik!!! Syair sunyi)
Hujan adalah melodi
langit yang harus didengar jiwa. Aku sadar, ’lembar pertama puisi kuyub’.
Nenuk, 16 September 2016
RANUM BIBIR
( Ketika merah gincumu menyengat keningku )
Jika kau adalah
sajak maka yang menulisnya adalah penyair Sapardi Djoko Damono. Penuh dengan
warni-warni kata. Maka memahami dirimu adalah kesukaran yang karib menoreh deru
ombak di kepala dan menerbitkan senja di horison jiwa. Mengapa kau lenankan
hitam gelisah di suci tubuhmu? Kurindu waktu lalumu yang sepoi bagai angin
senja yang gugur penuh irama daun kering. Lagunya merdu dan renya di kuping.
Bibirmu bukan lagi
bibir ibumu yang dioles warna gaib titipan nenek moyang. Merah bibirmu merah
gincu. Ranum yang nikmat menagih nafsu kecup-kecup rupiah. Petuah nenek kau
abaikan dengan langkah lewat jendela yang menjadi pintu ketika malam memaksamu
menemui rumah. Jendela, jiwamu mengadu.
Sahabat, aku resah. Biarlah puisiku
memanggilmu. Mari kita pulang.
Sahabat,
Aku selalu menghafal
warna itu. Ranum bibir yang sempat membagi warna di keningku saat malam
membagikan kita bintang-bintang dan milikmu kau berikan padaku tanpa aku memintanya. Kau gagal
mencintai jiwamu.
Sahabat,
Ranum bibir adalah
buah paling mulia yang kau miliki. Jangan kau biarkan dipetik tanpa tutur kata. Aku masih mencintaimu dengan kata. Maka dengarlah suara
puisiku, ”mari kita pulang”.
Nenuk, 16 September 2016
RININTA
(sahabatku yang tak
tahu jalan pulang)
Sahabat,
Waktu itu kudengar rintik matamu berdering
kering.
Kupandang tubuhmu nan layu dari jendela
sunyi
Yang setia memberi kabar tentang kau
Kubaca bulan sabit jiwamu
Kau menjelma debu teman perjalanan angin.
Sahabat, ketika senyummu menampar beranda
mataku
Ada yang menetes dari ujung penaku
Huruf-huruf yang aku sebut puisi.
Aku pantas memilikimu dalam huruf sajak
Yang akan membawa pulang diri kita ke rumah masing-masing
Sahabat,
Tinggalah dalam rumahmu.
Telusuri lorong-lorongnya
Yang menyimpan arti
berarti dari dirimu.
Cintailah sunyi dan
rawatilah detak jantungmu
Sahabat,
Berdoalah sebab lilin padam
Nenuk, 17 September 2016
TEMPUS
/1/
Kupandang semesta dengan mata sajak
Pepohonan khusyuk membungkus doa-doa lelap
Huruf-huruf embun membening di daun sujud
Aku terlempar ke tamasya masa di belakangku
Dan sunyi begitu nyaring. Irama detak waktu menemani degup jantungku:
“Aku sering
menyapamu dari kejauhan. Samar-samar mengelus
kupingmu. Tapi kau lebih mudah
pejamkan mata. Aku kau tinggalkan. Tapi ingat, cinta pertamamu adalah aku, sebelum mereka: kini dan kelak. Maka kembalilah ke balik dan renungkanlah sajak di punggungmu.
/2/
Musim miris di
setiap sapa.Tapak tak kuat membekas. Langkah menjadi
terpencil menuju rumah musim gugur yang jatuh cinta pada angin. Aku sesali ini dalam elegi yang pernah kuberikan kepada tukang arloji
ketika kopi senja mengajak kami berkumpul. ”Seinci waktu sekaki permata,” kata si pakar waktu menghentak jiwaku. Aku bangun, lalu berlari membiarkan kopi jadi pertanyaan dan mengemas
huruf-huruf hidup bangku sekolah sebagai jawaban.
/3/
Pada bagian paling
jauh dari tidur-tidur panjang aku menggapai kerterasingan. Bait harapan yang pintunya sulit kubuka. Waktu kelak berdetak mesra, ”Milikilah waktu”.
Nenuk, 17 September 2016
Sehabis Membaca
Puisi Jokpin
Penaku sembuh total dari sakit mati rasa
Menari dengan riangnya dalam irama rintik-rintik
sepi.
Seperti dibedaki berahi ia menerobos selaput putih
milik sunyi
Dan darah aksara bercucuran memancarkan merahnya
Jokpin:
“Selamat Menunaikan Ibadah Puisi.”
Nenuk, 13 Oktober 2016
KOTAK SAMPAH*
Ruang sunyi bait
kata
Kurindu saat mata
molek ini memotret rumput hijau Arkaida*
Kini rindu jadi kopi
dan kucintai dia berkali-kali
Kukecup bibir
bawahnya yang hitam manis di beranda rumah
Adalah ranjang
asmara rahim kata
Kutinggalakan sajak
sahaja di bibir bawahnya nan ranum.
“Di bibirmu telah mangering
sajak cintaku”
Rumah sunyi bait
kata sederhana saja
Dibuat dari kata
buat simpan kata-kata
Suatu nanti bangkai
kata membusuk
Dan angin anggun
mengembusnya sebagai kabar
Singgah sejenak di
rumah-rumah yang sering ia kunjungi
Hidung-hidung angkuh
milikmu elite negeri
Kau perlu menciumnya
sebab itu aroma kata
Pesan tepian sebab tabung kepala ini masih kosong
Untuk menampung air
mata kata dan kami anak-anak sunyi
Mencoba mengisinya
dengan embun pena
Menitik titik-titik
sabda manjadi tarian rintik pena
Kotak sampah kami
membasah membiru.
Nenuk, 23 Oktober 2016
Catatan:
*Judul ini penyair
ambil dari nama Kelompok Sastra Novisiat SVD Nenuk,”Kotak Sampah” di mana
penyair ‘menukik’ di dalamnya. Puisi ini dibacakan saat malam kreatif yang
digelar para frater dan bruder novis di aula Novisiat Nenuk.
*Sebuah daerah di
Yunani yang dilukiskan sebagai daerah yang indah permai,penuh rerumputan,tempat
para gembala menggembalakan donba-dombanya,bermain seruling,bercanda dan
berpacaran.
PAHLAWAN KATA
: C.A
Bung,
Elegi kata dan
nyaring sunyi “Krawang-Bekasi”
Telah aku gauli
semalam suntuk
Betepa takjub hatiku
pada dikau pahlawan kata
Senjata bahasamu
hidup dan bergelora
Kekal abadi di binar
nyala lilin persada
Bung,
Akan kutulis sajak sejuta puji
Kutulis
sajak,kutulis sajak,lagi dan lagi
“Tulang-tulang
berserakan” akan kuhidupkan kembali
Dengan kata, sebab
pada mulanya adalah kata, puisi.
Puisi itu roh,
membuat jantung berdetak riang di dalam sunyi
Bung,
Sajak-sajakku takkan pernah pergi.
Nenuk, November 2016
SIRENE
Dari kamar sempit,sepi dan puitis
Aku dengar dering senja;merdunya kematian
Sendu sepanjang jalan
Sajakku turut
berduka.
“Kematian adalah lagu gagu yang enggan
Kita kumandangkan.Barangkali gugup pada badai air
mata”.
Nenuk, 2 November
2016
Aku takut (1)
Di atas batu sepi yang ceper dan dingin
Aku bersilah menyelam laut sunyi
Kuhirup ruah Eden dan
Kuhembuskan prahara terbawa alir Yordan
Tubuhku membening tenang
Jubai jubah-Nya mengibas alis jiwaku
Dan aku takut:
“Apakah Tuhan hanya ada di kesunyianku, di
sendirinya diriku ?”
Aku takut (2)
Aku karam karena sakit.
Mulai kubayangkan Tuhan yang baik, penyayang
dan maharahim
Kuberdoa, ”Tuhan bolehkah aku bagikan lukaku
‘tuk-Mu?”
Telapaknya nan agung menangkup mesra,
Aku lanjut berlayar karena sembuh,
Masih juga kuragu:
“Apakah Tuhan hanya benar-benar hadir di kala
Aku terhempas badai?”
Aku takut (3)
Aku takut:
Tuhan kesepian dan sakit
Nenuk, 2 November 2016
HUJAN, GERIMIS JIWA SUATU
SENJA
Dari jendela kupandang engkau melati hati
Kuyup pelarian cinta.
Bibir ini berluka, kau genit menghimpit,
kini entah
Sendiri melamar hujan, menanti hangat lain
api
Tak sekalipun kedip sebab lekuk itu
menghunus
Tiba-tiba dari seberang jalan
Seorang lelaki seusiaku menepikan motor
Helm dibuka dan hujan mengering di jendela
Dia sahabatku sewaktu SMA dan milikmu di
hadapanku
Kaca jendela retak pecah membela mata
terbenam
Ia memelukmu dengan cinta yang pernah kuberi
Dekapan belati menikam kenangan
Dan aku paham, cinta adalah kebebasan
Akhirnya, kau relakan dia pergi
Supaya lebih merasa memilikinya
Januari, 2017
Valentine Day di Biara
Valentine tiba
menambah gelisah dan galau
Terlalu sukar untuk
katakan “I Love You”
Sebab jarak
melapangkan kesendirian kita
Sunyimu sunyiku,
Masing-masing
sendiri
Jarak adalah lautan mawar merah yang teduh
Membiarkan bahtera rindu berlayar hingga
gapai
pelabuhan kasih sayang,
hati yang menunggu
Terlalu berlebihan
untuk katakan “I Miss You”
Sebab rindu tak
sampai berbunga, gugur bersama embun....
Jarang kita berbagi
kabar sebab sunyi karib merayu
Daripada dering
dambamu
Lebih baik mencintai sunyi karena ia tidak
pernah mengkhianatimu.
Daripada mencintai dia yang tidak pernah
mengerti kesunyianmu
Terlalu mudah untuk
katakan “God Bless You”
Sebab mendoakanmu
adalah cara paling tepat untuk mencintaimu
Valentine Day di
biara
Adalah sunyi yang
menabur doa-doa cinta buat kekasih
Nenuk, 14 Februari 2017
Cinta ( I )
Ketika tak
kubiarkan:
Bibirmu kesepian
Kupingmu terlantar,
dan
Hati bergetar tanpa
aku di sisimu
Aku mencintaimu...
Love is a measure
Cinta ( II )
Perjumpaan itu
seperti lautan
Ada waktu kau
terpaksa hanyut
Sebab debur “ I Love
You” lebih kuat dari pada karang,
Kau terdampar di
pantai hatiku
Membawa serta
gelisah juga jawaban
Tapi sayang,
bolehkah aku mencintaimu dengan puisi
Supaya dirimu bisa
kuhadirkan di malam-malam sunyi?
Selagi kata masih
bisa kurangkai
Kau ‘kan tetap
kucintai
Cinta ( III )
Sudah sekian jumpa,
dan
Kau tak bedahnya
sunyi biara, rumahku
Tak satupun sapa
mesra
Hanya curiga dan
badai galau
Kuharap valentine
ini kita bertemu
Jangan lupa membawa
kasa
Buat balut luka di
rusuk ini
Cinta adalah lukamu,
lukaku...
Februari, 2017
RINTIK-RINTIK CINTA
Awan mendung membagi
hujan
Daunan pagi membagi embun
Perempuan Yerusalem menangisi Mesias.
Valentin tiba pinta berkah:
Semoga rintik-rintik cinta dari doa-doa kita
Membasahi tanah Timur Tengah
Februari, 2017
MOMEN KUNCI*
(In memoriam,
sastrawan Gerson Poyk)
Mutiara di tengah sawah* kemilau kata
Telah dikau
kalungkan di leher sunyi savana
Membias binar pijak
awal aksara bergegas,
Wangi cendana
membahana sepanjang juangmu.
Dikau pahlawan kata
mentari dari timur
Terbit jauh menembus
jendela tanah abang
Mengemas serta senja
Flobamora yang indah,
Dan katamu takkan
terbenam,kekal menghijau.
Momen kunci menambah
hitam tintah,rimbun rindang sunyi
Kata kami berjatuhan
bagai rintik desember
Dikau pahlawan kata
pulang pada jumat elegi
Air mata kata
berdering,rintik sajak menetes
Kehilangan adalah
kedip duka mata hati,luruh
Segumam doa:
“Abba,ya Bapa,terimalah hamba-Mu,
Jurutulis yang
mengabarkan kasih-Mu kepada dunia.”
Sabtu, 25 Februari
2017
Keterangan:
*saya pilih judul
ini karena terinspirasi oleh tulisan kisah proses kreatif beliau sendiri yang
berjudul,DARI MOMEN KUNCI KE MOMEN KUNCI.
*karya sastra
pertamanya,cerpen yang dimuat majalah sastra
(Nomor 6,Tahun 1,Oktober 1961) dan mendapat hadiah dari majalah tersebut
sebagai cerpen terbaik tahun 1961 itu.
Gugur Daun
Gugur daun adalah
irama detak waktu
Yang
mengisahkan betapa berartinya hidup
Jika harus gugur, kehilangan nyawa demi suatu
keluhuran:
PERTUMBUHAN
Deus incrementum dedit
Kamis, 23 Februari
2017
JENDELA
Halaman kenangan
yang mencatat
Betapa indahnya
jatuh cinta
2017
MATAMU (1)
Ayat-ayat sunyi
Yang selalu
memandangku,
Memanggilku......
2017
MATAMU (2)
matamu adalah ombak
yang menghanyutkan
Entahlah aku, hanyut
atau karam
Terdampar atau
tenggelam?
2017
SUNYI
Adalah kemesraan,
Tuhan mendengarkan
kata hatiku
Gelisah dan galau
2017
POLI(TIKUS)
Liar, berkeliaran
tanpa cahaya nurani
Suka sekali
mengagumi senja negeri ini
Tiada satu titik
tangis jatuh,
Tikus tak punya duka
Panenan demokrasi
gagal sepanjang tahun
2017
ASMARA
Di bibir bawahmu
yang sunyi
Kutinggalkan luka,
sebab
Kau tak mampu
bertahan, sajak ini
Lebih sakti dari
ilmu silat
2017
MEMBASUH TUBUH
Pagi-pagi sekali aku
ke kamar mandi
Kudapati penyair
kecil sedang
Mencuci celana
dalamnya yang mewangi kencur
Semalam ia
bersenggama bersama sajak
Dan sebelum matahari
tertawa
Ia membasuh tubuhnya
Puisi mampu mencipta
orgasme
2017
KANTUK
Malam kau ruangkan
peluk
Bagi kupu yang rapuh
sayap
Peluk sampai laut
tenang
Dan esok kau
kehilangan embun,
Mata batin mengering
2017
PUAS(A)
Aku mencintaimu!
Biarlah cawan ini
aku reguk
Sampai senja
benar-banar habis
Dan bila esok tiba
aku sudah di Yerusalem.
Cawanmu memuaskan
aku,
Aa........,
puasssa.....!!!!
Kamis, 16 Maret
2017
MATA SAJAK MEMANDANG MELAMPAUI
Dari sunyi mata sajak memandang
Melampaui
Bahwa matahari tidak pernah terbenam
Sebab senja adalah cara terbit paling elok
Nyatanya Tuhan tidak pernah menutup mata
Kamis,
16 Maret 2017
MATA ILALANG
Sekali kedip
menghunus mencabik
Sekali katup tak
setets pun menetes
Sekali memandang
memerah api
Kamis, 16 Maret
2017
DEO GRATIA
: soli Deo
Dari debu dan debur
nafasMU
Dari tanah dan tenun
sabdaMU
Lukis manusia di
kanvas Eden rahim ibu
Tergambar aku rupa
manusia rupamu
Dan bibirku seranum
sempurna menggurat semburat senyum
Yang mengigau, Deo
Gratia.
Dari debu aku pun debar, takut
Jika bayu tiba
mengajak lelap sepasang mata, lalu gelap.
Dari debur aku
melebur, angin
Angin lebih
mencintai yang kering dan lemah,
Semoga ke Yordan ia
membawaku.....
Dari tanah aku tak
mampu bertahan, pedang hujan
Lebih berkilau dari
kepunyaan Petrus
Menghunus
relung-relung jauh; aku hilang gairah
Lembar mazmur
berlumur darah.
Dari tanah aku coba
jadi lapang, biarlah benih itu jatuh
Mati tumbuh berbuah
Aku debu aku tanah,
adalah
Teman perjalanan
angin di jalanmu,...
Aku debu pada
jejakmu, berjalan pada jalanmu
Sebab Engkau adalah
angin paling setia
Deo Gratia.....
Aku debu aku tanah
Aku ranting aku
berbuah,
Aku adalah petualang
berjubah
Sedang menyusuri
jejak Sang Guru
Jalan sunyi ziarah
puisi..
Deo Gratia.....
Kamis, 16
Maret 2017
KUK RINDU
: A.R
rindu adalah beban paling
manis
yang setia memiliki
pundak
ada kelelahan yang
merona pada setiap butir peluh
yang berderit pada
pori-pori kenangan
beban tanpa lelah
adalah ilusi,
sebagaimana kau
tahu, aku kecapaian
tapi lelah ini
adalah salju
yang mengajarkan aku mencintai tubuh memeluk
jiwa
ah...
kuk rindu adalah
dirimu
yang manis dan manja
Kamis, 16 Maret 2017
TOLONG........
tolong jaga
ketenangan
tolong jaga kenangan
tolong jaga
kesunyian
tolong jaga impian
Nenuk, 2017
DI HADAPAN CAHAYA LILIN
di hadapan cahaya
lilin
saya menjelma padi
yang menguning
Nenuk, 2017
BULAN TENGGELAM
horison malam hari,
sunyi
bintang-bintang, dan
dering-dering hampa
kabar tiada kabar,
kau sibuk
hibuk dalam cemburu
“jangan ganggu aku
lagi!”
bagai angin puyu
mengibas daun telinga
aku terperangah,…..
sudah malam,
dering pun hampa
bulan tenggelam....
aku hanyut di antara
mendung-mendung
Nenuk,
2017
SUDAH SENJA
dadanya yang sepi
seperti daun talas
menyimpan
butir-butir lelah yang bening dan jujur.
rusuknya hampir
lapuk sebab hujan-dingin-kemarau
setia memeluknya
lewat dentum-dentum batuk yang gelisah.
denyut
jantungnya-kidung agung dinyayikan cinta
yang kehilangan
melodi dan keindahan,
sudah senja.......
mengapa kenangan
demi kenangan
bertumpuk di dadanya
yang tak sanggup
jadi bantal buat
kepalamu?
sudah senja.....
Nenuk,
2017
LAMBAIAN TANGAN SUATU SIANG
(Buat: Jorge, Nato,
Simon, Salamaon, Agus)
kawan, siang itu
angin memudar, sepoi tinggal separuh
kita eratkan degup hidup
dan isak mata
membisikkan dingin
kata: good bye
lengan bebas
mendekap bebas mengepak
sampai terjadi dari
balik kaca mobil senyum membening
tinggal pias
lambaian tangan bagai menyapu gerimis mata
haru biru..........
kawan, pulanglah
dengan tegap langkah, tegar pandang
agar bulan yang kita
lukis di langit biara tetap terang
memancar dari
tubuhmu yang rindu lampin angin
yang manis
bercengkrama di beranda novisiat Nenuk,
rumah kita yang
berkahi tawa dan tapa doa dan damba.
kawan, siang itu
angin tanggal dari dahan musim
dan dari balik kaca
mobil kalian lambaikan tangan
kubalas...... tapi
dari relung paling jauh
tak kurelakan
terjadi…,
akhirnya kita harus
saling merelakan
belajar menjadi
seorang diri, agar mengerti
rindu itu rupa apa
doa ini buat siapa
Nenuk, 2017
SUATU MALAM DI TEMPAT PAMERAN
BULAN SABIT PUN TERSENYUM BINAR
Malam menaggalkan
dingin dan ingin berpendar gemerlapan
Di antara
hiruk-pikuk pesona dan gemuruh debur kagum.
Kita berjumpa walau
keluh; adakah dulu mawar sempat mekar?
Sekejap kecap anggur
terteguk.
Kita berpisah ketika
lukisan dan pembacaan sajak
Menjadi pilihan
ingin masing-masing. Aku masuk aula
Dan kau menata
senyum dari binar kagum matamu
Pada stan yang
memajangkan lukisan-lukisan eye catching
“Senyummu terlalu
kekal untuk kenal duka”
Kuingat baris ini
ketika kupandang jauh.
Dari pintu kubalas
senyum bulan
Sambil kudengar
bisiknya:
“Malam ini
kutitipkan purnama untukmu.”
Orang ramai mengurai
rinai rindu
Di sepanjang tatap
membekas percik-percik
Nostalagia. Aku
semakin sendiri.
Di depanku ada yang
merona:
Anak-anak cacat
merayakan ria gembira yang sendu
Langkah mereka
mengharukan; kaki-kaki kecil
Yang kehilangan
firdaus, galau gemulai
Sepi dari alas kaki
bagai kemarau di ranting cemara
Kudekati seorang yang
masih riang.
Bertumpu dengan kaki
kanan, keringat memancar dari pipi
Ia tersenyum padaku
dan berkata: “Aku sedang merayakan purnama.”
Aku kagum-kagum:
“Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka.”
Aku memeluknya erat
dan kurasakan hangatnya rembulan
Dan belaian
gemintang dari lengan perkasa.
Malam itu, bulan
sabit pun tersenyum binar
Mei,
2017
KUNTUM YANG MEKAR SENJA KALA
:
A.P
Sering kita saling
kontak
Malam terlalu malam
pun sampai
“Kangen kamu,” tulismu suatu malam
Aku tak membalas
Pulsaku tak sudi
melunasi masa lalu.
Kuingat dulu, kita
saling sayang
Bertemu dan menulis
basa-basi
Di halaman yang
selalu diincar mata.
Suatu waktu engkau
datang
Bagai layang-layang
putus utas
Bersandar tanpa
gelora tanpa gairah
Engkau milik siapa?
Kuntum yang mekar
senja kala.
Rabu
Subuh, Mei 2017
SENYUM
Kita saling berbagi
sebelum berpisah
Engkau bekaskan
senyum setelah kusematkan
Mekar melati di
kuping kananmu.
Aku dandani waktu
dengan membaca
Membaca suratmu yang
cakap tutur
Tentang rindu dan
setia
Melati layu supaya
kenangan jadi abadi.
Suatu waktu aku
berjumpa dengan seorang suster
Tudungnya manis
sekali dikibas angin kagum
Dari dadaku. Ia
tersenyum dan aku ingat senyummu.
Percayalah,
Senyum adalah api
cinta yang menghangatkan kenangan.
Sabtu,
27 Mei 2017
DUKA
Di antara untain
tangismu
Kuselipkan dingin
dan gelisah rindu
Kenangan saat silam
ketika kupungut
Merah ginju di bibir senja milikmu,
Lalu aku tinggal piatu
Jumat, 14 Juli
2017
PERCIKAN CINTA
Di tempat pesta
Masih kujaga jarak
Agar purnama wajahmu terus berbinar
Sebab keindahan adalah ketika aku hanya memandang dan tersenyum
Engkau gadis Timor rupa elok
Elok bagai bakung,
Sungguh matamu melati putih jelita
Alis lentik kemilau
Mamancarkan pernik cahaya bintang
Aku masih hanya memandang kagum.
Tiba-tiba kurasakan percik cinta menyentuh dadaku
Debur melebur
Aku jatuh cinta?
Tak sempat kuucap kata
Engkau sudah di sisiku,
Jarak masih kujaga.
Tambah pesona ketika bibirmu memerah sirih pinang
Aku terus memandang sampai bola mataku
Menjelma galeri yang menyimpan keindahan dirimu
Sekali waktu akan kubuka dan apakah aku
Masih hanya memandang lalu tersenyum?
Selasa, 18 Juli 2017
DI BAWAH CEMARA
Di bawah cemara di samping gereja
Di dalam pot waktu
Kita semaikan warna pelangi
Berbatang embun berdaun awan
Di bawah cemara
Di dalam pot waktu
Tumbuh kembang kenangan,
Memekar warna-warni cinta
Mawar dari suatu musim
Yang kelopaknya gugur
Di tengah telaga terindah tubuh
Selasa, 18
Juli 2017
CIUMAN
Di bibirmu yang
merona senja
Kulabuhkan
purnama.......
Kamis, 28
Juli 2017
BERDOA
Lalang masih meminang gandum
Tiap kali aku berdoa
Tiap kali itu juga
aku berdosa
Berdoa: caraku untuk
berdosa
Lebih baik dan sunyi
Kamis, 4
Agustus 2017
SALAM BAHAGIA ABADI
(In memoriam Rensi Wolor)
Hidup adalah perjalanan pulang
Lonceng gereja berbunyi memanggil
Sebelum gema terakhir sayup-sayup
Engkau telah di depan pintu
Mengetuk atau mengkhianati?
Seperti daun lekas ranggas
Musim dari musim yang pahit
Engkau gegas kembali,
Tak kubayangkan setragis itu lakonmu
Lakon berjudul: gantung diri
Siapa protagonis siapa menangis?
Senja terbenam di dadaku, temaram
Doa terbit dari bibirku, merona
Kita sahabat sekolah dulu
Nosatalgia berbunga mewangi air mata
Sahabatku, Tuhan mencintaimu
Aku menyapamu, salam bahagia kekal
Nenuk,
6 Agustus 2017
DI MANAKAH ENGKAU TINGGAL?
Di gubuk duka
Rumah bagi lelah
yang terus lelah,
Gigil piluh dan dingin letih
Adalah tamu malam-malam luka
Tubuh kering, layu, dan akan gugur
Meringkuk di tanah becek.
Lubang atap ilalang cucurkan air paling
sejuk
Membasahi rambut-rambut lusuh perempuan
mulia
Mendekap anaknya yang berbahahgi dengan air
mata,
Gubuk luka dan duka
Rumah bahagia bagi letih lesu yang tak
selesai;
Sudahkah kita kunjungi?
Di jembatan jelata
Tempat tidur bagi dingin yang selalu dingin
Membaginya lewat nyanyi mengais rupiah,
Membasuh diri dengan air kotor
Bersih bila dipandang kasih.
Di bawah jembatan ada cinta yang tak sempat
disapa
Di manakah engkau tinggal?
Tanya sebuah puisi
Mari dan lihatlah!
Jawab sebuah puisi
Nenuk,
23 Agustus 2016
RUMPUT HIJAU
Rumah bagi embun
Setelah malam jatuh dari tebing
Paling terjal dalam sejarah,
Melodi dingin merdu di taman-taman tubuh
Rumput hijau tumbuh dalam jiwa.......
Sudahkah kita menghijau?
Nenuk,
21 Agustus 2016
EMBUN
pada daun berembun
kutemukan wajahmu,
masa lalu saat matamu
menggugurkan bulir-bulir cinta
Rabu,
6 September 2017
PERTAMA KALI
pertama kali
melihatmu
aku mengerti bahwa
perjumpaan
adalah bencana,
ada gempa dalam dada
ada badai di mata,
pertama kali, so amazing
Senin, 11 September 2017
PINUS
pada ladang embun
hijau
dingin berkeriapan
dan di dadanya yang
lapang
tumbuh pinus-pinus
manis
yang matanya
memandang langit
menengadah, berdoa
Senin, 11 September 2017
MENCARI EMBUN
aku mencari embun di
bulan-bulan basah
musim hujan yang
rajin melayat
duka derita
orang-orang ladang
aneh, kutemukan dia
di antara rintik-rintik
serupa ratapan
serupa nyanyi, sunyi......
Senin, 11
September 2017
MARAH
kita berciuman
di bawah rinai
rindang santiji
ombak berdesir dari
dekat sekali
cemburu pada bibirku
yang merona gincumu
bibirmu terluka
tergores puisi
lalu kau marah
padaku
marah adalah ramah
yang merah
berkibar di tiang
tawamu
Senin, 11 September 2017
MAWAR
di atas meja
belajarku
tumbuh mawar merah
yang ramah
ia mencintai hujan
dan merawat air
mataku
tengah malam aku
berteduh di bawah kelopaknya
dan ia mengajarkan
aku tentang keindahan
keindahan adalah
Tuhan
yang sedang
meyembuhkan matamu
menghangatkan alismu
Senin, 11
September 2017
SELIMUT
hidup dalam
kesunyian ini
ramai sekali dengan rindu
dan kenangan
tidur-tidur malam
terlalu sulit
memungut mimpi
selimut kenangan
membungkus bau tubuhmu
aku terus ingin,
dingin sendiri
ingin pulang sekedar
terselip
di imut pelukmu
Senin, 11
September 2017
CURHAT SEORANG TAHANAN
tengah malam di
antara baris jeruji
ia bisikkan sepatah
kata ini: semoga
aku tetap di sini
supaya bapa presiden tahu
kalau Indonesia
belum merdeka.
Sabtu, 14
Oktober 2017
DI DALAM TOILET
tidak hanya itu yang
pamit, tapi
dihembuskan juga
segala perkara hidup, dan
caci maki yang kerap
lupa kita bersihkan
tetap tinggal
melekat di bibir toilet.
aromanya
aduhai......
mampu mencipta mimpi
tentang hidup sehat
dan suci
Minggu, 15
Oktober 2017
DI ATAS BATU KARANG KUTULIS PUISI
INI
di atas batu karang
di antara gemuruh
pecahan ombak
di bawah matahari
senja
kutulis puisi ini
kukenang sepuluh tahun
silam
saat kau rebah memeluk
tubuh
seakan berserah
melepas segala lelah
seakan mengucap: “Aku
tak bisa hidup tanpa kamu.”
ombak membilas pelataran
pantai
angin menyapa rambutmu
rambutmu menyapu
wajah dan leherku
seperti sepoi-sepoi
cinta yang menghanyutkan kita
tak ada lagi ketakutan
melepas pias segala
berhembus
kita hidupkan laut
jiwa dari tubuh
gemuruhnya lebih
daripada ini, kita
tenggelam ke dalam
dalam mahadalam
cinta adalah laut yang
menghanyutkan
kita sedang
berhati-hati, kelak
kau atau aku disantap
badai: setia dan cemburu,
mencoba bertahan
berarti siap dimainkan ombak: terombang ambing
ah, mengapa
di atas batu karang
kutulis puisi ini
sendiri mencium aroma
galeri cinta
rupanya kau tak
bertahan, laut menghanyutkanmu, pergi...jauh...
di atas batu karang
kutulis puisi ini
sekedar merapikan jiwa
menghembusi batin
dengan kata
agar aku setegar
karang seputih buih
Tanjung Bastian (14:20),
20 Oktober 2017
DI HADAPAN LAUT
di hadapan laut
di antara belain
buih
dan sepoi deru ombak
kutemukan jiwa yang
damai
hati yang memiliki
puisi
damai...
abadi....
Tanjung Bastian, 16
Oktober 2017
KAGUM
Tuhan menggaris
warna
di langit senja,
temaram agung, dan
aku karam di kaki
langit
Tanjung Bastian, 17
Oktober 2017
PESONA
di antara untaian
rintik hujan
kutemukan rinai air
matamu
dingin dan
menggelikan
Nenuk, 24 Oktober 2017
WAKTU KITA BERCIUMAN
waktu kita berciuman
tercipta musik:
simponi romantisme
nada-nadanya
dinyanyikan setiap manusia,
ciuman itu universal
Nenuk, 24
Oktober 2017
TENGAH MALAM
tengah malam,
kudengar gemericik
air pembuangan
kantuk terlepas dari
tangkainya.
tengah malam,
kudengar suara minta
tolong sayup-sayup , jauh dan sunyi
jeritan malam buta
dari rumah malam.
tengah malam,
ada yang sempat
kusaksikan:
bulan menangis
bintang menangis
air matanya
kurenungi tiap kali lampu padam
Nenuk
(1:24), 29 Oktober 2017
PURNAMA DARI TIMOR
: Chyka Manhitu
engkau gadis timor
rupa purnama
berbinar anggun
suatu malam musim asmara,
cinta pada tatap
pertama,
engkau purnama
purnama dari timor
senja tiba kita
berjumpa
di lopo lumbung
cinta
engkau melepas tawa
bagai merpati
mengepak sayap
sirih pinang memerah
di bibirmu
adalah ginju paling
indah dari jiwamu gadis desa
adalah juga senja
yang menerbitkan riak cinta dalam dadaku
engkau berbeda
rambut ikal ala
gadis kampung...
kk, aku jatuh cinta
padamu
cinta tanpa kemungkinan
dan kepastian
aku hanya mampu
mencintaimu dengan puisi
agar aku mampu
menghadirkanmu dalam kata
kata doaku: Tuhan,
berkati Chy agar ia tetap
menjadi purnama di
langit malam biara sunyi.
Uim’oni,
Desember 2017
DAUN GUGUR
: Chy
begitu mungkin kita
saling memandang
lalu tersenyum kecil
di beranda rumahmu,
di hadapan ayah
ibumu kita rapikan deru ombak
mawar merah dalam
dada, segala damba bertepi
angin malam asmara
berembus
memetik helai
rambutmu bagai sepoi keindahan
aku hanyut bagai
daun gugur di tepi telaga
aku daun gugur di
ladang hatimu
Chy, katakan pada
orang tuamu
kalau kita adalah
sepasang merpati
yang ingin terbang
bebas, lepas cakrawala
memetik purnama buat
mereka
Uim’oni,
Desember 2017
APA SEBENARNYA CINTA KALAU DUA ORANG YANG
SAMA
MENARUH PERASAAN YANG SAMA PADA SATU ORANG?
Di pantai kau
bertanya
Amarah mendesir jauh
debur ombak
Pecah karang
diterjang,
Sangkahmu aku
berlalu di lautan
Pernah, dan kini ke
laut jauh lepas pesisir
Aku masih mencintai
lautmu yang miskin badai
Kucoba agak jauh
darimu ‘tuk mengerti dalamnya cinta
Tapi kau tak rela,
“Biarkan aku mati...”
Lambai jemarimu
sepoi-sepoi
Di laut lepas aku
bebas memandang
Begitu merdekanya
mencintai,
kadang aku begitu lugu
dan ia bebas
menghempas sunyiku
lalu aku terdampar
di pesisir hatimu
aku kembali dan kau
masih bertanya:
mengapa engkau bebas
mencintai, dan
aku tak kuasa
menahan benci?
Ketika Engkau Cemburu, Oktober 2017
Rindu Dari Padang Sunyi
:A.R
“Aku ke Malaisya menengok famili. Ayah sedang
sakit parah.”
Dari pelabuhan
Lorens Say engkau mengirim pesan
Aku baru membacanya
setelah hujan hari itu
Kelopak bunga gugur
di antara rinai
Taman jadi lagu
gugur bunga
Aku mengheningkan
rindu segala kenangan tentang kau
“Kita tidak saling
kontak. Soalnya ade di biara
Mengembara dalam
sunyi dan kk di negeri orang,
Suatu serpihan
getzemani.”
Kopi tinggal dingin
asbak tinggal debu
Putik-putik musim
berbuah di pelupuk daun
Aku memandang jauh
memeluk sayup-sayup gambarmu
Di Bukit Manuk
tempat kita nyalakan lilin
Untuk menerangi
lorong cinta....
Engkau merapihkan
tudung, dan
Aku tenggelam dalam
huruf-huruf sajak di bibirmu
Sebuah kenangan yang
malu-malu kita hadirkan
Di hadapan salib
Tuhan
“Ade, jangan lupa
memutar kenangan untuk sarapan pagimu
Dan merawatnya
bersama tidurmu selama aku di kejauhan
Mengibarkan lampin
harapan: setia sampai mati.”
Aku di beranda biara
Membentangkan rindu
dari padang sunyi:
Semoga kujumpai kau
ketika hujan lebat sekali
Dan kita
mengikhlaskan sebuah pelukan
Atas nama cinta
laki-laki dan perempuan
Jumat,
23 Februari 2018
Suatu Senja Di Lorong Biara
:
A.T.
Suatu senja di lorong biara
Engkau bertanya padaku:
“Ef Er, apa artinya ‘semilir’, dan dosakah
Bila kutitipkan sepoi rindu pada pias
jubahmu?”
Angin berembus lembut menyapu wajahmu
Melati putih serpihan purnama, gadis Timor
Keindahan yang tak selesai aku kagumi
Aku memandangmu dengan senyum
Sambil kubisikkan puisi jiwa:
“Semilir adalah wajahmu yang merekah senyum
Membuat aku tenang berteduh di bibirmu,
pelabuhan asmara.”
Engkau tertawa manja lalu tunduk malu-malu
Aku dekap jemarimu ‘tuk rasakan getaran
cinta, aku yakin:
“Tiada dosa dalam cinta. Rindu yang engkau
titipkan
Menambah cemerlang putih warna jubahku.”
Suatu senja di lorong biara
Kita sama-sama temaram
Senja jingga percintaan
Nenuk,
17 Maret 2018
Rambut Tergerai
:A.T.
Di kapel suci
Aku masih memandangmu
Senyummu merekah kalem, suatu berkah
Menyembuhkan hati yang sedang gundah
Rambutmu tergerai berpias, di sana
Kutemukan unataian-untaian keindahan
Wahai, engkau perempuan adalah yang terindah
Dari segala keindahan yang diciptakan Tuhan
Aku tak letih-letihnya mengagumimu
Lalu menulis puisi tentangmu di malam sunyi
Dan di kapel suci kuberdoa:
Tuhan, bolehkah aku memiliki dia?
Minggu,
18 Maret 2018
Secangkir Teh
:
A.T.
Engkau singgah di dapur biara
Menawarkan aku secangkir teh:
“Ef Er, minum teh ini? Tanpa gula.
Aku
menyeduhnya dengan rindu dan setia.
Rasanya adalah asmara dan akan tinggal
nostalgia.”
Aku tersenyum kecil
Senyum seorang penyair amatir.
Aku menikmati teh itu
Bukan dengan bibirku
Tapi jiwaku dan di dasar cangkir itu
Aku temukan setangkai mawar yang masih segar
Hatimu yang tulus matamu yang jujur.
Engkau adalah mawar merah
Yang
tumbuh di taman ingatan, dan
Aku rindu minum teh tanpa gula
Bersamamu ketika bulan purnama
Terbit di langit bibirmu.
Nenuk, 22 Maret 2018
Dari Jendela Kamar Makan
:A.T.
Dari jendela kamar makan
Aku rekam jejak petualanganmu,
Engkau ingin jadi merpati
Terbang bebas meraih cakrawala
Untuk memeluk bulan mendekap gemintang
Engkau ingin masa depan yang gemilang
Engkau ingin tetap tertawa
Engkau ingin tetap tersenyum
Meskipun asap dapur menggugurkan air matamu
Dari jendela kamar makan
Aku baru mengerti:
SEORANG PEREMPUAN TAMPAK CANTIK
JIKA IA BERSOLEK DI DAPUR .
Nenuk,
22 Maret 2018
Selamat Ulang Tahun
:A.T
Hari ulang tahunmu tiba
Aku rindu bersamamu
Merayakan ulang tahunmu
Menyanyikan ‘Happy Birthday To You’
Dan menyaksikan engkau meniup lilin
Lalu kita bertepuk tangan ria
Tapi mau bagaimana lagi
Cinta punya caranya sendiri
Ia mau kita menjadi diri sendiri
Saling mengerti dan percaya
Cinta adalah lukamu lukaku
Tawamu tawaku
Maaf, aku tak punya hadiah indah buatmu
Hanya ini, puisi ini.....
Aku ingin mencintaimu dengan puisi
Agar aku mampu menghadirkanmu dalam kata
Kata doa: Tuhan beri ia umur yang panjang
Dan tunjukkanlah jalan agar ia sampai tujuan
dengan senyum.
Kak, dari kamar kenangan yang sunyi dan suci
Aku ucapkan: selamat ulang tahun
Dan kutitipkan salam beribu kecupan sentuhan
beribu rasa.
Nenuk,
22 Maret 2018
BINAR WAJAHNYA
Pandangan pertama adalah rahasia paling manis
Yang melekat di
ujung lidahnya dan lidahmu.
Suatu malam di taman
doa
Ia berdiri manis dekat
lampu taman
Rambutnya yang sunyi
terikat kalem
Menghambat kagum di
tenggorokan
Kau tak nyaman di bawah cemara relung sepi
Matamu melepas
pandang rasa pada jelita
Yang menyita purnama
bibir
“Kau tampak
cantik ketika bola lampu
Menamparmu dengan mata
cahaya.”
Katamu bagai kicau
pipit
Merdu harap dan
bersahabat
Binar wajahnya
membuat kau lupa
Memanjatkan doa
cinta buat Ratu Rosari
“Fatima, binar
wajahmu meluruhkan
Kelopak mawar merah
di pelataran rusukku”
Nenuk, 2017
Komentar
Posting Komentar