Langsung ke konten utama

WAJAHMU

Untukmu, Perempuan yang Berwajah



Wajah perempuan adalah langit malam purnama. Merona dengan kemesraan yang dalam. Lelaki yang memandangnya hanya bisa memandang penuh kagum sejuta puji, tetapi tak pernah bisa meraih keadalaman rahasia wajah bulan purnama dari seorang perempuan. Wajah perempuan, cahaya permata yaspis, cemerlang bintang kejora, milikmu! Aku ingin merangkulnya dengan ciuman-ciuman.”

~Edy Soge Ef Er~

 

Hello Puan,

Tangan Tuhan telah membentukmu dengan keagungan dan kecantikan. Perempuan, siapa pun dia, hitam atau putih, cantik atau norak, mulus atau menor, ia tetap indah. Hati perempuan tetap indah. Itu tak tergantikan. Pancaran sinar hati terbit di dua pasang mata lalu cahaya itu merebak ke saraf-saraf di seputar wajah, kedua pasang pipi memerah dan wajah tampak bersinar bagai purnama, bagai kejora, bagai permata yaspis. Tuhan menciptakan perempuan sebagai keindahan. Karena itu saya sering mengakui dan tetap yakin bahwa perempuan adalah singgasana segala keindahan.

Engkau adalah keindahan yang diciptakan Tuhan untuk dunia. Wajahmu membuat dunia bersinar, bahkan aku menyebutnya musim semi, suatu hidup baru nan indah, elok dan mengagumkan. Mataku tak pernah lelah memandang dan rasa kagumku tak pernah mati. Di hadapan mataku engkau adalah keindahan yang dibentuk jemari Tuhan dan betapa berharganya engkau memberinya untuk Tuhan. Engkau adalah purnama langit sunyi milik semesta. Engkau adalah permata Tuhan. Aku tak pernah bisa memilikimu. Engkau milik Tuhan.

 

Hello Puan,

Kamu cantik. Aku naksir pipimu ketika disinari bola lampu. Pipi montok dan anggun, apalagi di saat kamu membasahi bibirmu ada daya tarik yang kuat yang menarik inginku. Aku ingin menulis puisi paling mesra dan nakal di bibir itu. Kamu membuka kaca mata, mengusap pelupukmu membuat aku ingin memelukmu. Wajahmu ketika aku memandangya adalah laut dengan gelora yang menarikku habis-habisan. Memandangmu adalah momentum mistis; aku di hadapan keindahan dan terbuai olehnya. Keindahan itu lebih kaya dari bahasa. Rasa kagum hadir pada saat itu sebagai bukti bahwa ada yang tak bisa diucapkan bahasa. Hanya bola mata tercengang dan hanya bisik-bisik kecil di bibir. Cicicici (sambil angguk), sungguh indah!

 

Hello Puan,

Engkau adalah keindahan milik Tuhan. Maka berilah itu untuk Tuhan. Engkau menapaki jalan panggilan dan itu adalah selebrasi terbaik tentang hidupmu bahwa engkau memberi Tuhan keindahan paripurna: dirimu sendiri. Tuhan tidak pernah menuntut banyak darimu. Tuhan sungguh menghargai kebebasanmu. Kasih itu murah hati, ia tidak menuntut banyak. Maka ikhlaskan dengan jujur dan tulus hidupmu untuk Tuhan. Jika suatu hari, pudar segala impian, temaram segala harap, jatuh terlalu dalam, sadarlah bahwa engkau berharga dan tetap memilih pilihan yang kudus. Hidup di bumi berarti hidup di dalam dosa dan tugas manusia adalah menerima kenyataan, menyadari diri berdosa, menyesal, membaharui diri terus menerus. Hidup ini adalah pemahaman akan suatu proses pemurnian. Kita tetap rendah hati di hadapan Tuhan. Mohon berkat dan ampun.

 

Hiduplah dengan pertanyaan ini: siapakah aku?

Berdoalah dengan jawaban ini: Tuhan itu baik kekal abdi kasih setia-Nya.

 

                                                                                  Wisma Arnoldus, 2020

                                                                                    ~Edy Soge Ef Er~

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENDAMBA SAMBA

Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Costa, putri Samba kumendamba   Hewa, Juni 2016 Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Cos...

Via Dolorosa Tuhan dan Pandemi Covid-19

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga… tabir bait suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah.”  (Mat27:45,51) Saya membayangkan suatu dunia yang sepi dan diliputi ketakutan. Dunia itu ibarat Golgota Tuhan. Banyak orang di sana. Berada dalam ketidaktentuan pilihan dan jawaban. Sebab imaji Golgota adalah ‘tengkorak’ (place of the skull), malam gelap wajah kematian, deru gemuruh malapetaka, segenap jasad berlabuh di sana. Orang-orang menjadi takut dan Tuhan sungguh amat kesepian ditinggal Bapa. Namun iman menjadi terang benderang di hadapan tapal batas kehidupan. Meski ditinggal Bapa Tuhan masih tetap pasrah, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Meski takut kepala pasukan tetap mengakui pribadi Ilahi Yesus, “Sungguh orang ini Anak Allah”. Penyamun tersalib menyadari imannya, “Yesus, ingatlah aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Iman kita diuji di dalam penderi...