Langsung ke konten utama

MENDAMBA SAMBA







Mendamba Samba
       :a.c
Bukan lelucuan tanpa romansa
Saat santai kau dekatkan sapa rasa
Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu
Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu

Putri samba kumendamba
Rekah bibir yang jujur

Tawamu membawaku ke laut senyuman
kau pandai mengganggu riak jiwaku

mengagumimu belum cukup
mendoakanmu belum tentu sempurna
terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati
Auciliana Costa, putri Samba kumendamba
 Hewa, Juni 2016

Mendamba Samba
       :a.c
Bukan lelucuan tanpa romansa
Saat santai kau dekatkan sapa rasa
Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu
Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu

Putri samba kumendamba
Rekah bibir yang jujur

Tawamu membawaku ke laut senyuman
kau pandai mengganggu riak jiwaku

mengagumimu belum cukup
mendoakanmu belum tentu sempurna
terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati
Auciliana Costa, putri Samba kumendamba
 Hewa, Juni 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJAHMU

Untukmu, Perempuan yang Berwajah “ Wajah perempuan adalah langit malam purnama. Merona dengan kemesraan yang dalam. Lelaki yang memandangnya hanya bisa memandang penuh kagum sejuta puji, tetapi tak pernah bisa meraih keadalaman rahasia wajah bulan purnama dari seorang perempuan. Wajah perempuan, cahaya permata yaspis, cemerlang bintang kejora, milikmu! Aku ingin merangkulnya dengan ciuman-ciuman .” ~Edy Soge Ef Er~   Hello Puan, Tangan Tuhan telah membentukmu dengan keagungan dan kecantikan. Perempuan, siapa pun dia, hitam atau putih, cantik atau norak, mulus atau menor, ia tetap indah. Hati perempuan tetap indah. Itu tak tergantikan. Pancaran sinar hati terbit di dua pasang mata lalu cahaya itu merebak ke saraf-saraf di seputar wajah, kedua pasang pipi memerah dan wajah tampak bersinar bagai purnama, bagai kejora, bagai permata yaspis. Tuhan menciptakan perempuan sebagai keindahan. Karena itu saya sering mengakui dan tetap yakin bahwa perempuan adalah singgasana segala k...

Via Dolorosa Tuhan dan Pandemi Covid-19

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga… tabir bait suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah.”  (Mat27:45,51) Saya membayangkan suatu dunia yang sepi dan diliputi ketakutan. Dunia itu ibarat Golgota Tuhan. Banyak orang di sana. Berada dalam ketidaktentuan pilihan dan jawaban. Sebab imaji Golgota adalah ‘tengkorak’ (place of the skull), malam gelap wajah kematian, deru gemuruh malapetaka, segenap jasad berlabuh di sana. Orang-orang menjadi takut dan Tuhan sungguh amat kesepian ditinggal Bapa. Namun iman menjadi terang benderang di hadapan tapal batas kehidupan. Meski ditinggal Bapa Tuhan masih tetap pasrah, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Meski takut kepala pasukan tetap mengakui pribadi Ilahi Yesus, “Sungguh orang ini Anak Allah”. Penyamun tersalib menyadari imannya, “Yesus, ingatlah aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Iman kita diuji di dalam penderi...