Langsung ke konten utama

Rutan: Rumah Pertobatan


# Kunjungan Frater SVD Unit Gabriel Ke Rutan Maumere

Rutan: Rumah Pertobatan

Oleh Edy Soge
Mahasiswa STFK Ledalero


Minggu, 10 Januari 2019. Sore hari. Pick up ST. Ledalero menghantar 19 frater menuju rutan Maumere yang terletak di Jalan K.S. Tubun No.30, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kunjungan ini dibuat untuk mempererat persaudaraan, saling berbagi cerita hidup, menguatkan dan dikuatkan. Kegiatan syering bersama yang mendorong kesadaran perahlian dari ada bersama Tuhan yang transeden (contemplatio) kepada ada bersama Tuhan yang imanen. “Ketika aku dalam penjara kamu melawat aku.” Tuhan hadir dalam diri orang-orang tahanan dan nara pidana. Dalam puisi  “Masmur Mawar” Rendra menulis:
Ia adalah teman kita semua: para musuh polisi,
Para perampok, pembunuh, penjudi,
pelacur, penganggur, dan peminta-minta
Marilah kita datang kepada-Nya
kita tolong teman kita yang tua dan baik hati.
            Ketika jejak langkah mencapai gerbang semua frater saling menatap dalam galau dan tanya, apa gerangan yang terjadi di dalam sana. Pintu rutan bercat biru tua masih tertutup. Ruang tunggu diwarnai narasi seputar penjara. Ruang tertutup yang diintai oleh imajinasi dan pengandaian orang di luar tembok. Pada batas ini kita menyadari ruang yang memisahkan dan rindu  yang memburu tanpa batas antara yang di dalam dan yang di luar. Manusia adalah kerinduaan.  Kapan berjumpa bersalaman dan mengikhlaskan peluk atas nama cinta dan kemanusiaan. Dan kapan pulang membawa damai dan tindak tobat untuk dunia.
            Setelah sepuluh menit menunggu semua frater diizinkan masuk, tetapi handphone harus ditinggalkan. Awalnya frater berpikir bisa saja karena dokumentasi momen untuk pewartaan. Namun aturan harus ditaati. Semua melatakkan Hp di atas meja dan menuju halaman tengah kemudian ke kapela untuk memulai kegiatan syering. Tegur sapa dan senyum persaudaraan tumbuh sejuk antara frater pengunjung dan sama saudara penghuni rumah tahanan. Rupanya tidak ada gelisah dan tragedi di mata mereka. Semuanya mungkin merasa tepat berada di dalam dan menyadari diri untuk berubah. Semua bahagia dan biasa-biasa saja.
Tiba-tiba hadir seorang yang dianggap tokoh mulai berbicara. “Perjumpaan hari ini bukan kebetulan. Hasrat hati dijawab oleh alam. Kerinduaan hati kita saling menyapa. Dan di tempat ini kami menyadari diri sebagai orang berdosa tetapi Tuhan Yesus sangat mengasihi kami.” Kesempataan berikut Pater Hendrik Maku berbicara. “Kami dipanggil untuk ada bersama yang lain. Sebagaimana Yesus berkeliling dari kota ke kota, Paus Fransiskus mengunjungi dan merayakan  Ekaristi bersama para napi, kami datang untuk mendengar dan berbagi cerita. Kita saling meneguhkan satu sama lain. Ini menjadi misi kemanusiaan demi putting the last first.” Setalah itu semua membentuk kelompok syering untuk saling terbuka satu sama lain.
Di bawah cakrawala yang temaram balada hidup dinyanyikan dari bibir-bibir sepi para penghuni rutan. Semua membentuk kelompok kecil kurang lebih tujuh sampai sepuluh orang. Satu dua frater berada di kelompok itu untuk mendengar dan bercerita. Dari kisah-kisah mereka kita menangkap jeritan hati. “Frater hukum kita diperjualbelikan. Siapa yang memiliki banyak uang dialah yang menang meskipun salah dan seharusnya dihukum. Hukum kita hukum rimba. Dia yang kuat dia yang menang. Kita yang kecil dan tak punya banyak menjadi korban sandiwara dan terpaksa hidup dalam rumah penjara. Namun saat ini kenyataan hidup harus diterima dan Tuhan tetap hadir mendengar doa umatnya. Jika pada waktunya pulang ke masyarakat kami berusaha selalu bertindak benar.”
Rumah tahanan bukanlah ruang hampa. Ini yang disadari mereka. Tidak menjadi pesimis, tetapi  realistis dan optimis. “Awalnya saya merasakan tekanan batin yang mendalam. Namun dari waktu ke waktu coba belajar saya merasakan perubahan positif. Penjara bisa menjadi semacam asrama untuk saya. Saya diubah dan dibentuk di tempat ini.”
Cerita mereka menghidupkan ingatan tentang lagu “Rumah Penjara” yang “sudah bagaikan rumahku.”  Realitas hidup di balik jeruji adalah dinamika pertobatan. Rutan bukan  lagi menjadi rumah tahanan, melainkan rumah pertobatan. Sekolah pertobatan terjadi di tempat ini. Pimpinan warga binaan pemasyarakatan mengatakan bahwa di tempat ini pertama-tama rohani mereka dibentuk. Ada kapela tempat berjumpa dengan Tuhan dalam doa. Ada pula kegiatan olahraga dan ketrampilan juga membaca di perpustakaan. Dinamika inilah menghidupkan harapan dan kebahagiaan.
Setelah syering semua foto bersama di lapangan voli. Meskipun gerimis mengguyur kebersamaan di lapangan tetap mekar. Ada cerita kasih hidup di tengah perjumpaan. Lalu para frater kembali ke biara dengan deru rindu geridu harap tentang misi dan panggilan misioner. Sudah saatnya beralih dari contemplatio kepada actio. Dari altar kepada pasar. Dari doa kepada aksi. Dinamika tindakan iman ini menjadi tuntutan panggilan dewasa ini. Dengan demikian dari bukit sandar matahari Ledalero ke rumah pertobatan rutan Maumere dilihat “betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat…. “(Yes 52:7).



  
Pater dan frater mendengarkan syering dari sama saudara penghuni rutan Maumere.

 
Syering bersama antara frater dan penghuni rumah tahanan Maumere.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJAHMU

Untukmu, Perempuan yang Berwajah “ Wajah perempuan adalah langit malam purnama. Merona dengan kemesraan yang dalam. Lelaki yang memandangnya hanya bisa memandang penuh kagum sejuta puji, tetapi tak pernah bisa meraih keadalaman rahasia wajah bulan purnama dari seorang perempuan. Wajah perempuan, cahaya permata yaspis, cemerlang bintang kejora, milikmu! Aku ingin merangkulnya dengan ciuman-ciuman .” ~Edy Soge Ef Er~   Hello Puan, Tangan Tuhan telah membentukmu dengan keagungan dan kecantikan. Perempuan, siapa pun dia, hitam atau putih, cantik atau norak, mulus atau menor, ia tetap indah. Hati perempuan tetap indah. Itu tak tergantikan. Pancaran sinar hati terbit di dua pasang mata lalu cahaya itu merebak ke saraf-saraf di seputar wajah, kedua pasang pipi memerah dan wajah tampak bersinar bagai purnama, bagai kejora, bagai permata yaspis. Tuhan menciptakan perempuan sebagai keindahan. Karena itu saya sering mengakui dan tetap yakin bahwa perempuan adalah singgasana segala k...

MENDAMBA SAMBA

Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Costa, putri Samba kumendamba   Hewa, Juni 2016 Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Cos...

Via Dolorosa Tuhan dan Pandemi Covid-19

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga… tabir bait suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah.”  (Mat27:45,51) Saya membayangkan suatu dunia yang sepi dan diliputi ketakutan. Dunia itu ibarat Golgota Tuhan. Banyak orang di sana. Berada dalam ketidaktentuan pilihan dan jawaban. Sebab imaji Golgota adalah ‘tengkorak’ (place of the skull), malam gelap wajah kematian, deru gemuruh malapetaka, segenap jasad berlabuh di sana. Orang-orang menjadi takut dan Tuhan sungguh amat kesepian ditinggal Bapa. Namun iman menjadi terang benderang di hadapan tapal batas kehidupan. Meski ditinggal Bapa Tuhan masih tetap pasrah, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Meski takut kepala pasukan tetap mengakui pribadi Ilahi Yesus, “Sungguh orang ini Anak Allah”. Penyamun tersalib menyadari imannya, “Yesus, ingatlah aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Iman kita diuji di dalam penderi...