Langsung ke konten utama

CECILLIA
Gadis Timor berhati melati
Kuncup senyum mekar  tawa

Pagi hari embun berlabuh di kelopakmu
Mataku dingin dadaku terjaga

Engkau Cecillia, kembang di kebun Tuhan
Dari balik pagar kulihat tudungmu bergerai

Tudungmu, kelopak putih mahaindah
Jangan sampai dihempas bayu lelaki

Aku di bukit  ini begini:
Mendukungmu menjadi bunga Sang Guru
Ledalero, 19 Agustus 2018








DI KESUNYIAN ABAD INI
Di kesunyian abad ini
Aku belajar lebih tekun
Untuk berdamai dengan diri
Ledalero, 19 Agustus 2018






























LIRIK-LIRIK BAYU

Rambutmu yang tergerai
Bagai ilalang padang
Menyejukkan dadaku

Kekasih,
Rambutmu lirik-lirik bayu
Menggugurkan gairah
Menumbuhkan rasa kagum
Ledalero, 28 Agustus 2018


















DARI JAUH SEKALI

Dari jauh sekali
Kau lambaikan rindu
Embus bayu membawa datang
Fajar senja dan cuplikan mawar

Dari jauh sekali
Ciuman itu datang, dan
Mengapa selalu menggetarkan?

“Ciuman adalah gelora paling dalam dari kehidupan.”

Dari jauh sekali
Cinta itu datang
Dari jauh sekali
Semua ini ada
                                                Ledalero, 28 Agustus 2018















BULAN JAUH

Ada bait-bait rindu malam itu
Sendiri di luar rumah memandang bulan
Di bawah naungan dingin dan bayang-bayang cemara

Di luar rumah adalah kerinduan
Pintu terbuka melepas pergi
Lalu tertutup dan berulangkali diketuk rasa kangen

Rumah:
Bulan jauh yang purnamanya
Berpijar pada setiap sendiri
Ingin pulang, das Heimweh
Ledalero, 28 Agustus 2018













KADANG RASA BERGELORA SEPERTI OMBAK

Kemarin, kicau burung datang dari senyummu
Tak kutahu siapa kamu
Tapi merdumu meneteskan embun musim kesepian
Ada yang sempat berbunga:
Mawar padang sunyi
Melati hati lelaki

Saling memandan gadalah irama musik jiwa
Sejauh kita mengerti keindahannya
Ombak menghepas kita ke pantai
Lalu merasa dingin dan ingin bertepi lagi
Ke dada lelaki pelabuhanasmara
Ke dekapan perempuan rumahkasih sayang

Kau datang ke sampingku
Melabuhkan lelah dan desah dari pencarian
Laut tenang dan kau berbisik:
“Aku tak pandai berlayar sendiri dan tegakah
Engkau biarkan perahu tanpa nelayan?
Aku mau kita pulang sebab lonceng gereja memanggil.”

Aku tersenyum sambil menulis:
Kadang rasa bergelora seperti ombak
Kita bisa tenggelam atau berlayar
dengan segenap kemungkinan yang merisaukan
dan bisa saja berlabuh sebagai sepasang kekasih
                        Ledalero, 28 Agustus 2018



















NARASI ALAM SEMESTA
(Mengenang gempa dan tsunami di Palu dan Donggala)

Pada carik-carik hidup ini
Alam menulis narasinya sendiri
Gaib dan teka-teki
Manusia tak mengerti
Tapi puisi ini aku tulis
Tatkala malam menyala beribu-ribu lilin
Di atas altar semesta, bumi ciptaan Tuhan
Agar dukacitaku menjadi penuh

Di bawah langit suci
Anak-anak  Palu Donggala memandang puing-puing
Kain kafan yang memeluk ayah, bunda, dan famili
Mereka adalah buih-buih terhempas

Dalam tangis haru biru
Mereka dendangkan adzan dan melodi lonceng gereja
Berdoa dengan air mata yang berbicara dalam derai
Mangalir duka menggenang lara

Padang gurun Kadesh gemetar
Pohon aras Libanon terhempas
Palu Donggala terlantar piatu
Tuhan gunung batu bersemayam di atas air bah

Daulat alam Tuhan membangun dunia baru
Sebelum Yesus bangkit gempa bumi terjadi
Maka Tuhan melukis langit bumi baru
Di tanah Palu Donggala
Ledalero, 26 Oktober 2018






MISTIKHA (1)
Embun musim semi yang gugur
Dari cakrawala asmara
Membasahi galeri sunyi
Dadaku gemetar

MISTIKHA (2)
Pijar-pijar fajar yang menerangi
Titian menuju pelangi
Aku masih kagum kamu
Jinggaku di lazuardi sunyi

MISTIKHA (3)
Purnama malam-malam panjang
Binarnya menghiasi tidur sepiku
Yang berbunga rindu
Kangen senyummu sepenggal cahaya

MISTICKA (4)
Waebuan Sikka yang murah senyum
Wajahmu gambar keindahan
Matamu telaga teduh
Ingin kuberlabuh di sana, bolehkah
                                    Ledalero, 26 Oktober 2018








PESAN DARI BRASIL
Suatu malam menjelang hari ulang tahunku
Aku kibarkan dingin kesendirian di beranda
Angin yang manis membelai bunga-bunga
Ada yang menetes: sisa-sisa kenangan
Berupa daun kering dan sisa untaian gerimis
Dan batinku terjaga:
Kelak ke tanah aku kembali

Layar waktu diganti
Aku hanya tersenyum dalam sepi
Tiba-tibapesanmudatang:
Chase your star fool, life is short
Engkau titip juga galeri wajahmu
Rupasenyumbagaipurnama

Di beranda tempat engkau pernah menangis
Aku duduk memandang malam sambil bercermin
Pada butir-butir air matamu
Yang membuat aku kedinginan selagi berjarak
Brasil-Indonesia kitasalingmenunggu
Kelak kau atau aku yang datang
Membawa cincin buat jari manis

Jam dindingsudahletihbergurau
Ayam nyanyikan lagu terjaga
Aku pun letih menunggu dan sekali lagi
Engkau menulis pesan:
aku datang ke rumahmu November ini
Aku ingin sekamar denganmu
Sebab jarak yang melahirkan rindu ini membunuhku
                                                            Dini Hari, 27 Oktober 2018 


















DINGIN
Di kamar mandi
Air mengajakku bercanda
„Kawan, mari kita saling berkaca,“ katanya
Sambil melambaikan riak-riaknya yang kacau

Apakah aku harus telanjang?
Telanjang adalah bahasa kenosis!
Tapi aku malu pada kemaluanku
Malumu itu dosa

Sesudah tanya jawab di subuh waktu
Dengan berani aku arahkan wajahku ke genangan air
Aku lihat tubuhku sendiri
Tubuh dusta tubuh dosa tubuh fana

Air memelukku dengan kekuatan pelukan mahadalam
Sampai ke pedalaman tubuh
Aku dingin dan hilang segala ingin
Aku bersih aku lestari

Dingin: getaran hati nurani
Ketika engkau telanjang di hadapan air hidup
                        Ledalero, 8 November 2018



PENGAKUAN
Di ruang pengakuan
Seorang pendosa bertanya kepada pastor (pendosa)
Di mana dosa banyak terjadi?
Pastor yang bibirnya sering diwarnai ginju
Dengan senyum kecil-kecil menjawab
Di atas tempat tidur
Saya pastor (pendosa) juga tidak tidur sendiri

Si peniten gelisah
Ya bapa, berkatilah aku ( eee kami) orang berdosa ini
Sang pastor optimis
Atas nama gereja saya mengampuni dosamu (eee dosa kita)
Kemudian ia berpesan:
Kembalilah dan berdoalah untuk aku
Pastormu yang tidak beristri
Tapi ingin sekali punya istri
                                    Ledalero, 10 November 2018






HUJAN
Bumi memiliki kesepian
Ketika terik mewarnai bukit-bukit tandus
Ketika rerumputan menguning lalu kering

Dan ranting-ranting melambai menyapa embun
Membunga lumut-lumut musim
Pada waktunya lapuk dan tanah memanggil air

Air di bumi rindu air di langit
Kisah cinta semesta alam
Laut bergelora cakrawala menggelegar

Apakah langit selalu tentram
Dengan purnama dan bintang kejora
Sedang duka bumi berlanjut, tsunami,tsunami

Tiada yang tahu cinta antara langit dan bumi
Rahasia gerimis adalah jembatan rindu
Yang memulihkan air mata kemarau bumi

Hujan adalah cara langit mengecup bumi
Hujan adalah sperma yang membuahi tanah
Tumbuh segala di sini

Hujan adalah cerita musim paling berkesan
Dari balik jendela manusia menyaksikan senggama
Terasa teduh ingin mandi hujan, ingin bercinta
                                                Ledalero, 1 Januari 2019 





















TAHUN BARU
                        : 1 Januari 2019  

Di halaman gereja berkerumun muda-mudi
Saling mengait tangan menempel pipi
Bahagia dengan kenangan bahagia dengan janji

Sejenak hening untuk terjaga pada batin sendiri
„Jadilah seperti semula, jadilah telanjang!”
Getar nurani deburan jiwa muda

“Kak, tahun berganti, tapi tiada aku ganti hati.“
Gadis manja berbisik pada kekasihnya
„Dik, waktu mengalir, entah...“

Wow..., malam asmara waktu
Terompet berbunyi, kembang cahaya berpijar di udara
Api-api pelangi menerawang, malam bahagia

Di pojok kesendirian aku peluk embun di daunan akasia
„Jadilah dingin yang jujur, jadilah bening yang suci.”
Pesan dari kenangan, harapan dari rindu, janji dari setia
                                                Ledalero, 1 Januari 2019












CUKUP DI SINI

Entah benci rupa apa
Kau gurat namaku pada dinding terbuka
Kau lempar bajuku lewat jendela

Cukup di sini kawan
Ukuranmu adalah ukuranmu
Bukan waktunya kau hibur aku dengan leluconmu

Kau sendirian tertawa, dan
Hatiku tertawan
Sebab senyum dan tawamu adalah pisau bagi mataku dan telingaku

Aku kadang lupa kalau bibirmu
Suka menghibur dengan kulum kacau
Senyum sinis menghunus tajam

Aku kadang lupa kalau tawamu
Terlalu renyah untuk menertawakan
Lukaku, dukaku, salahku

Cukup di sini kawan
Antara kau dan aku
Bukan cerita mereka

Tidak baik menebar jala
Pada laut yang bukan milikmu
Tenanglah di rumah ini, membasuh diri
Mengenakan baju celana baru
Menikmati kopi dan tertawa sampai terbenam

Cukup di sini, antara kau dan aku
Tak boleh kau bawa aroma mawar pengantin
Kepada tetangga walau sahabat sekalipun
                                                Ledalero, 2 Januari 2019



DI RUMAHMU
            : N. M

Burung camar melintas jauh batas cakrawala
Terbang bebas tiada lupa rumah
Senja jingga ia pulang ke sarang

Adakah hidup kita bagai camar
Selalu rindu pulang
Mekarkan sayap memeluk hangat

Suatu siang yang terang
Dari kejujuran yang cerah
Aku bertanya, di mana rumahku?

Tak sanggup aku menerjang deru laut
Mungkinkah menipu diri jika rasa ini ada
Ingin aku jujur saja

Di rumahmu
Cerita dituai dari cangkir kopi
Adalah sukacita mawar merah

Adalah hangat cinta seorang ibu
Dan senyum tawa anak-anak
Yang menggetarkan jejak kaki

Ingin aku ke rumah
Ke hatimu
Menabur rindu

Dik,
Di rumahmu
Aku labuhkan bahtera cinta
Cerita sepasang merpati
                        Ledalero, 2 Januari 2019




KEGELAPAN

Kegelapan adalah kebebasan tanpa akal budi
Konflik tiada solusi

Kegelapan adalah kemanisan
Ziarah asmara

Masih remaja usiamu
Bagai bintang

Dikagumi banyak mata

Sekali waktu malam hari
Gelap gulita

Engkau dipeluk kekasih
Dipeluk dengan penuh kebebasan
Tak saling melihat tak saling memahami
                                                Ledalero, 3 Januari 2019




















CEMBURU

Di dalam diri kita
Berkeriapan  rumput kering
rantik-ranting kering
kayu-kayu kering
yang sekali waktu terbakar

Demikian cemburu
Kebakaran di musim kering
Ketika manusia merasa diri tak berharga
                                                Ledalero, 4 Januari 2019




























CANGKIR ASMARA

Malam minggu
Saling bertemu untuk mengeja kenangan
Dan merapal cium sekedar momoles bibir
Dengan ritmik gerimis agar bergetar alir darah

Ciuman di malam yang manis
Adalah cangkir asmara
Yang tak pernah kering.

Haus akan cinta adalah kekal.
                                    Ledalero, 5 Januari 2019  




























MALAM ITU KAU MENUTUP PINTU

Malam itu kau menutup pintu kamar
Tidur sendiri dan aku terlempar dari
Rasa saling  percaya dan pengertian.

Tempat tidur yang selalu mendamaikan
Sepasang manusia yang saling mencintai
Kau ciderai dengan salah paham. Terpaksa
Matamu bergetar aku terpukul.

Di meja tamu aku letakkan secarik pesan:
Jaga anak-anak karena merekalah bahagiamu.
Aku pergi ke rumah yang bukan rumah kita.
Belajar mencintai yang sulit dicintai

Sudah jauh dan kau menangisi
Diri membiarkan pintu terbuka siang malam
Aku hanya fajar angin yang mengibas kain jendela
Kau disejukkan lalu tertidur tanpa seorang suami

Malam itu kau menutup pintu
Mengunci kejujuran sendiri
Dan aku tak sanggup tinggal
Di dalam kebohongan yang dibuat-buat
                                                Ledalero, 6 Januari 2019














PERIHAL UANG

Perihal uang siapa yang tidak kecanduan

Uang, pesawat tanpa sayap yang sanggup membawa engkau pergi
Ke mana-mana engkau suka, kecuali ke kuburan. Dan penerbangan ini engkau rasakan sebagai fly yang mutlak. Ke dalam neraka juga engkau anggap baik-baik saja.

Perihal uang siapa yang sanggup menolak

Uang, raja tanpa makhota yang pada waktu tertentu menjadi diktator
Dan lalim yang lalu memimpin engkau ke medan perang tanpa kemenangan.
Kalah dan gagal adalah nikmat yang mengikat. Banyak orang tunduk
Dan hanyut oleh hasut, oleh suap, oleh usap-usap milioner. Namun, di fajar pertama
Raja ini menjadi begitu demokratis, kebutuhan warga kerajaan dipenuhi. Senyum-senyum
Kelimpahan.

Meskipun demikian, uang tak sanggup membayar sebuah puisi.
                                                                                                Ledalero, 7 Januari 2019





















DIAM TANPA ALASAN

Sudah tiga hari engkau tidak membalas
Pesan dan panggilanku. Engkau diam tanpa alasan.
Barangkali lupa kalau lidah adalah ibu dari setiap bahasa manusia.
Maka diam adalah kematian terbesar bangsa manusia.

Bicaralah melati hatiku,
selagi kupingku belum memerah
selagi pecahan rindu masih tentangmu. Jika esok
tiada lagi gurau getar dan dering, ikhlaskan kepergian
yang tidak menyakitkan hatimu dan hatiku. Delete saja nomor- nomor itu.
Diammu itu rintik-rintik hujan yang menghapus debu pada daun lalu
Dari balik jendela kita tersenyum dengan seekor pipit yang kedinginan.
Aku sama sekali tidak menyesal, tiada kehilangan jika masih
Hidup puisi-puisi dan aku bahagia, walau engkau berani membenci.

Sudah tiga hari engkau tidak membalas
Pesan dan panggilanku. Engkau diam tanpa alasan.

Diam tidak selalu menjadi jawaban. Bisa jadi
Sebuah pilihan untuk berdamai. Namun
bisa saja menjadi rumah bagi kebohongan.
Dalam hal ini aku curiga bahwa engkau belum jujur
Dan merasa diri paling benar.

Apakah mungkin aku menyukai bunga tanpa kelopak
Berlabuh tanpa dermaga, mencintai tanpa bahasa?

Engkau diam tanpa alasan. Dan aku punya alasan
Untuk tidak diam. Aku ingin bilang, good bye....
                                                            Ledalero, 8 Januari 2019
                                                           





PERNAKAH

Pernakah cemara menggugurkan air mata
Ketika ranting berdaun patah lemas?

Pernakah kamboja berduka
Ketika pemakaman diiringi doa dan air mata?

Pernakah langit rindu datang ke bumi?

Pernakah engkau jujur melukai dan ikhlas mengobati?

Pernakah kita ajak Tuhan dalam peperangan?

Pernakah...........
                                                            Ledalero, 9 Januari 2019
























MENUNGGU DI TERMINAL RASA RINDU

Mengapa engkau masih mengetuk pintu ini
Sedang aku tidak menguncinya?

Aku lelaki di terminal rasa rindu
Menunggu

Sudah lama saling kenal
Dan pentang hari-hari libur
Kita lewati dengan satu cangkir kopi
Satu cangkir.....

Maka buka pintu tanpa mengetuk,
mencinta melampaui sopan santun
adalah eros paling manis dalam asmara
                                                Ledalero, 10 Januari 2019























HANYA PANDANG HANYA KAGUM

Pada lereng-lereng curam dan dinding-dinding
Tebing yang tajam kembang manis Asia
Melambaikan gairah keindahan merah jingga
Yang daun-daunnya direciki cipak air terjun
Dan kelopaknya bergetaran panorama alam cinta

Bagai bulan jauh di langit yang tak sampai dijangkau jemari
Aku hanya memandang aku hanya kagum

Jalan ini meniti padang ilalang gunung bukit jauh
Lewat pula tamsya gurun pasir yang kesepiannya
Lebih pedih daripada kehilangan
Sungguh aku seorang diri berkawan burung gagak
Yang kebebasannya melampaui kemerdekaanku

Dari kejauhan aku lihat gemerlap kota

Masih sendiri di bukit ini
Hidup terpisah dari keluarga
Meninggalkan asmara

Maka aku petualang yang dahaganya dipuaskan puisi
Hanya pandang hanya kagum
Tak sempat kupetik bunga genggam jemari
Hidupmu hidupku terlampau berbeda
                                                            Ledalero, 11 Januari 2019












JALAN HIDUP

Sudah ke hilir
Sudah lambai
Jauh arung laut
Lepas lintas udara

Dan suatu hari gelisah
Duduk renung
Di pesisir laut
            Ingin mudik

            Tapi cita-cita
            Bukan dukacita
            Bertahan pada pasang-surut
            Supaya nanti berlabuh dan nyalakan mercusuar
                                                            Ledalero, 12 Januari 2019

           
           




















PESAN

Ingatanku dan ingatanmu
Dipenuhi oleh pesan-pesan
Sebab tiada pesan tanpa ingatan
Tiada pula ingatan tanpa pesan

 Jarak antara kau dan aku
Adalah rumah paling baik
Dari  ingatan untuk sebuah pesan
Cinta

Sayang,
jangan lupa sediakan satu ruang
di kepalamu untuk Tuhanmu
yang selalu punya pesan yang sama: cinta

aku ingin jika engkau cinta aku
atas nama Tuhanmu
                                    Ledalero,  13 Januari 2019




















MEMORI

14 Januari rinai gerimis
Menghiasi daun-daun

14 Januari jemari rindu
Memetik dawai kenangan

Nyanyian hujan
Tarian ombak
Adalah bahasa jatuh cinta

Selalu gemuruh
Selalu menggetarkan

14 Januari, memori
Kita jatuh cinta
            Ledalero, 14 Januari 2019






















TIBA-TIBA SAJA AKU INGAT KAMU

Tiba-tiba saja aku ingat kamu
Saat pagi yang kudus menghadirkan kebaikanmu.

Aku tahu engkau pantas diingat
Sebab kita punya cita-cita yang sama:
Saling mencintai....
                                    Ledalero, 15 Januari 2019































PERPISAHAN

Perpisahan adalah cinta
Yang berhasil tinggal dan pergi

Keduanya sama menyakitkan
Sama menyembuhkan

Demikian mencintai
Memeluk dan merelakan pergi
                                    Ledalero, 16 Januari 2019



Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJAHMU

Untukmu, Perempuan yang Berwajah “ Wajah perempuan adalah langit malam purnama. Merona dengan kemesraan yang dalam. Lelaki yang memandangnya hanya bisa memandang penuh kagum sejuta puji, tetapi tak pernah bisa meraih keadalaman rahasia wajah bulan purnama dari seorang perempuan. Wajah perempuan, cahaya permata yaspis, cemerlang bintang kejora, milikmu! Aku ingin merangkulnya dengan ciuman-ciuman .” ~Edy Soge Ef Er~   Hello Puan, Tangan Tuhan telah membentukmu dengan keagungan dan kecantikan. Perempuan, siapa pun dia, hitam atau putih, cantik atau norak, mulus atau menor, ia tetap indah. Hati perempuan tetap indah. Itu tak tergantikan. Pancaran sinar hati terbit di dua pasang mata lalu cahaya itu merebak ke saraf-saraf di seputar wajah, kedua pasang pipi memerah dan wajah tampak bersinar bagai purnama, bagai kejora, bagai permata yaspis. Tuhan menciptakan perempuan sebagai keindahan. Karena itu saya sering mengakui dan tetap yakin bahwa perempuan adalah singgasana segala k...

MENDAMBA SAMBA

Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Costa, putri Samba kumendamba   Hewa, Juni 2016 Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Cos...

Via Dolorosa Tuhan dan Pandemi Covid-19

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga… tabir bait suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah.”  (Mat27:45,51) Saya membayangkan suatu dunia yang sepi dan diliputi ketakutan. Dunia itu ibarat Golgota Tuhan. Banyak orang di sana. Berada dalam ketidaktentuan pilihan dan jawaban. Sebab imaji Golgota adalah ‘tengkorak’ (place of the skull), malam gelap wajah kematian, deru gemuruh malapetaka, segenap jasad berlabuh di sana. Orang-orang menjadi takut dan Tuhan sungguh amat kesepian ditinggal Bapa. Namun iman menjadi terang benderang di hadapan tapal batas kehidupan. Meski ditinggal Bapa Tuhan masih tetap pasrah, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Meski takut kepala pasukan tetap mengakui pribadi Ilahi Yesus, “Sungguh orang ini Anak Allah”. Penyamun tersalib menyadari imannya, “Yesus, ingatlah aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Iman kita diuji di dalam penderi...