Ideologi
Pancasila Yes Ideologi Agama No
Oleh:
Edy Soge
Mahasiswa STFK
Ledalero, Maumere
Negara Indonesia
bukanlah negara agama atau negara komunis. Indonesia khas dengan Pancasila
sebagai dasar negaranya. Negara Indonesia adalah negara Pancasila. Sangat tidak mungkin di tengah fakta
pluralitas sebuah agama mengangakat diri sebagai satu-satunya yang harus
berkuasa. Islam adalah agama yang penganutnya mayoritas di Indonesia. Itu tidak
berarti Islam adalah satu-satunya agama di Indonesia. Karena itu keberadaan
bangsa ini sama sekali tidak berdasar pada dasar ideologi agama tetapi pada
asas kebangsaan yang menerima realitas kemajemukan. Dasar nasionalisme dan
kebangsaan inilah yang merupakan muatan ideologi Pancasila sebagai ideologi
terbuka sebab tidak totaliter dan
eksklusif. Pancasila tidak menjadi milik
kelompok atau agama tertentu tetapi merupakan karya bersama bangsa Indonesia.
Sejarah
peradaban bangsa Indonesia tidak pernah lepas dari polemik negara agama (religion state) dan negara sekular (secular state). Periode perumusan dasar negara
berjalan dalam dinamika yang kurang harmonis antara golongan Islam yang menghendaki berdirinya sebuah
negara dengan dasar agama (Islam) dan golongan kebangsaan yang melihat agama
dan negara sebagai dua entitas yang berbeda satu dengan yang lain tetapi saling
mendukung dan menunjang persatuan dan peradaban. Kelompok Islam kurang sepakat
dengan rumusan Soekarno mengenai prinsip Ketuhanan sehingga tambahan tujuh
kata, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya tetap mereka pertahankan sebagai sila
pertama Pancasila. Pendirian khas Islam ini menimbulkan perdebatan bahkan
‘geliat’ corak agama ini masih sedang bermain di atas pentas demokrasi
Indonesia hingga saat ini.
Ide keagamaan
ini (Islam) berusaha menempatkan Islam sebagai pegangan dan titik tolak negara
yaitu negara agama, religion state. Mohammad Natsir (1908-1993) dan H. Agus
Salim (1884-1954) percaya bahwa Islam adalah ideologi yang tepat bagi bangsa
Indonesia. Mereka menolak nasionalisme Soekarno, dan dengan itu mengabaikan
pluralitas. Ideologi ini menununjukkan superioritas agama Islam sebagai agama
yang penganutnya paling banyak di Indonesia. Selain itu bisa jadi gagasan ini
memperlihatkan kepicikan logika berpikir tokoh-tokoh Islam yang berusaha
mempersatukan agama dan negara sehingga menjadikannya negara agama. Bukankah
agama masuk dalam ruang privat (private
sphere) individu yang memiliki kebebasan untuk beragama dan merayakan
keyakinan religius secara personal antara dirinya dengan Tuhan yang dimaninya.
Urusan agama adalah urusan privat. Namun urusan negara adalah urusan publik
masyarakat yang mendiami suatu wilayah yang dipimpin oleh pemerintahan yang
berkedaulatan. Apa yang terjadi jika Islam menjadi dasar negara Indonesia yang
Bhinneka Tunggal Ika. Tidak bisa Islam menjadi ideologi bangsa ini sebab itu
adalah sesuatu yang irasional. Karena itu para pendiri bangsa ini Soekarno,
Hatta, Syarir, dan yang lain berusaha mempersatukan yang berbeda, mempertemukan
yang beragam dalam satu keyakinan ideologis yaitu Pancasila. Pancasila adalah
dasar negara Indonesia dan menjadi rumah bagi kebhinnekaan kita. Pancasila
adalah milik semua anak bangsa, dan bukan propaganda kelompok tertentu.
Indonesia
berada dalam ketegangan antara agama dan negara. Pancasila sebagai dasar negara
diteror dengan berbagai isu keagamaan dan politik identitas. Kelompok Islam
garis keras mengusung agama sebagai identitas politik dalam negara demokrasi
kita Indonesia, yang saat ini seolah-olah hendak diislamkan oleh kelompok
fundamentalisme Islam. Gerakan ini merusak dasar hidup masyarakat madani
Indonesia yang berpegang teguh pada sila-sila Pancasila yang menjadi arah dan
dasar hidup, falsafah bangsa Indonesia, philosofische
grondslag, weltanschauung. Karena itu penting bagi kita untuk menilik
secara kirits filosofis sila-sila Pancasila sehingga tidak dinilai secara
partikular dan dimanipulasi sebagai kepentingan kelompok tertentu. Pancasila
lahir dari refleksi panjang sejarah perjuangan dan bukan merupakan warisan
penjajah.
Sikap menolak Pancasila
dan mengabaikan pluralitas bangsa adalah intolerasi terbesar dan irasionalitas
murahan yang harus dintantang dengan argumentasi yuridis, filosofis, historis,
dan kultural. Pembenaran dalam aspek-aspek ini memantapkan dan mengokohkan
ideologi Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara Indonesia, pedoman hidup,
pegangan dan filsafat segenap warga negara republik Indonesia. Sudah waktunya
kita dipanggil untuk menyadari seluruh keberadaan kita sebagi orang Indonesia yang
dipersatukan oleh Pancasila. Kita dilindungi dan dijaga oleh rumah kebangsaan
kita yaitu Pancasila. Kita berada, hidup dan tinggal di dalam rumah religius (Ketuhann Yang Mahaesa), rumah kemanusian (Kemanusian yang adil
dan beradab), rumah persatuan (Persatuan
Indonesia), rumah demokrasi
(Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan), dan rumah keadilan (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
Kita adalah tuan atas rumah itu dan bukan tamu yang selalu merasa asing di
rumah yang bukan rumahnya. Kita adalah pemilik sah atas Pancasila. Jika kita
pernah berpaling, kita harus kembali ke asal, ke dasar dan asas hidup
berbangsa. Kita kembali ke Pancasila, berkaca padanya, menemukan nilai-nilai
luhur dan menginternalisasikannya lalu kita nyatakan dalam tindakan hidup
sehari-hari.
Prof. Dr. Konrad
Kebung, SVD dalam tulisannya, Indonesians
House Of Pancasila: The Symbol Of Unity In Diversity dalam Verbum SVD edisi 59:4 (2018, hlm. 442) menulis:
All
Indonesian are called to go home, bak to their own roots mirrored in the state
ideology of Pancasila that guarantees all Indonesians ti live peacefully
without any threats, in loving conditions, the sense of brotherhood and
sisterhood. At home people can discuss and talk about many things that enhance
the sense of unity, brotherhood, and love.
Ajakan dan sapaan ini adalah panggilan kebangsaan
yang mengajak kita untuk merawat rumah Pancasila. Rumah yang mempersatukan kita
walaupun kita berebda. Rumah Pancasila Indonesia adalah simbol persatuan dalam
perbedaan. Karena itu kita semua dipanggil untuk merawat rumah Pancasila yang
selalu memberikan keteduhan hidup berbangsa dan bernegara.
Contoh
konkret pemerintah dalam merawat rumah Pancasila ialah pembubaran Ormas HTI. Sikap
tegas pemerintah membubarkan organisasi masyarakat HTI (Hizbut Tahrir
Indonesia) merupan sikap pro-Pancasila dan menjunjung tinggi kebenaran
kebhinnekaan. Sejak zaman orde baru wacana organisasi masyarakat selalau
berwawasan Islam menekankan kebebasan berserikat atas dasar kesamaan pandangan,
pemikiran dan tujuan. Namun kehadiran kelompok ini dicurigai menggantikan
Pancasila dengan ideologi agama sehingga Pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang
akhirnya disetujui DPR untuk dijadikan UU dalam sidang paripurna 24 Oktober
2017. Berdasarkan UU Ormas tersebut, maka ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)
dibubarkan.
Pemerintahan
membubarkan HTI dengan maksud menjaga keutuhan dan persatuan negara. Sebetulnya
kerja nyata pemerintah ini merupakan tanggapan atas gagasan-gagasan persatuan
dan demokrasi dalam sila ketiga dan keempat Pancasila. Masyarakat akan menilai
bobrok pemerintahan ini jika mereka mempertahankan kelompok-kelompok masyarakat
yang berusaha memecabelahkan negara.
Tindakan pemerintah saya nilai
sangat masuk akal karena Ormas HTI masuk dalam “paham lain yang bertujuan
mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945".
Pemerintah menjalankan idea Pancasila sebagai ideologi terbuka dan tidak
mensakralkan Pancasila secara tertutup seperti pemerintahan rezim Orde Baru. Dengan
ini pemerintah harus menjadi motivator dan inspirator bagi masyarakat dalam
merealisasikan nilai-nilai Pancasila. Pemerintah harus Pancasilais. Bersama
pemerintah kita harus tegas mengatakan ideologi Pancasila yes ideologi agama no.
Selamat menegara secara Pancasilais!
Komentar
Posting Komentar