NTT BUTUH
PEMIMPIN BER(KUALITAS) BUKAN PEMIMPI
Edy Soge
Alumnus Seminari
Hokeng
Memang pelik
membaca kehidupan bangsa ini yang ditandai dengan berbagai macam problem yang
serius: korupsi, kemiskinan, teror, radikalisme, fundamentalisme agama dan lain
sebagainya. Barangkali benar jika mata penyair memandang bahwa Indonesia sudah
berada di ufuk barat-‘negeriku dalam peradaban senja.’ Tatanan kehidupan
berbangsa tampak muram suram sehingga banyak orang kehilangan mentari pagi yang
menyejahterakan, kehilangan cahaya demokrasi. Tentu kita bertanya-tanya ke arah
manakah roda pemerintahan kita berputar? Indonesia, quo vadis? Apakah menuju
peraduan senja, berkembang tetapi tidak berbuah ataukah ke timur mentari menuju
peradaban yang cemerlang dan gemilang? Dan siapakah yang menjadi kemudi untuk
mengendalikan jalanya roda pemerintahan negara ini?
Pemimpin adalah
orang pertama yang menentukan arah peradaban suatu bangsa atau pemerintahan
sebuah negara. Analogi sederhana, negara ini ibarat sebuah mobil dan sopir adalah
pemimpin. Orang-orang yang menumpang adalah warga masyarakat bangsa. Sopir yang
baik mengetahui baik keadaan mobilnya. Ia paham betul mesinnya sehingga apabila
ada kerusakkan ia dapat memperbaikinya. Banyak penumpang memakai mobilnya
apabila mobil itu terawat, bersih, nyaman dan menyenangkan. Demikian pun suatu
bangsa masyarakat merasa nyaman dan tentram apabila pemimpinnya baik. Pemimpin
yang tahu membawa pemerintahannya ke arah demokrasi yang benar, ke arah bonum communae.
Pemimpin adalah
orang yang memiliki wibawa kepemimpinan. Karena itu ketika NTT butuh pemimpin
maka sebetulnya orang yang diharapakan adalah orang yang memiliki kualitas
hidup, memiliki wibawa kepemimpinan, berpengalaman dalam memimpin, rendah hati,
bijaksana, cerdas dan beriman. NTT tidak membutuhkan seorang pemimpi sebab
pemimpi lebih banyak bermimpi, berkhayal, memiliki cita-cita besar tetapi sulit
menjawabinya. Sebab pemimpi sibuk dengan dunia sunyinya, berimajinasi menggapai
realitas imajiner sehingga kehilangan focus untuk menjawabi hidup saat ini. Ia
suka mengembara di antara awan-awan mimpi dan lupa bumi tempat berpijak.
Pemimpi adalah orang yang tidak berfondasi kokoh. Hidupnya fly seperti pencandu narkoba. Dan kelemahan seorang pemimpi adalah
sulit untuk menepati janji karena ia sibuk dengan dunianya dan lalai pada
realitas objektif. Argumentasi ini seolah-olah menentang pendapat umum bahwa
bermimpi itu penting. Menjadi pemimpi itu perlu. Bahkan Albert Einstein berkata
bahwa imajinasi (mimpi) jauh lebih penting dari pada pengatahuan.
Tetapi saya mau
mengatakan bahwa pemimpin harus realistis, optimis dan demokratis bukan sibuk menebar janji,
mengimpikan yang muluk-muluk sehingga janji tinggal janji, mimpi tinggal mimpi.
Tidak ada praksis nyata malah merugikan rakyat. Ia menjadi pemimpin yang gagal,
ditinggalkan pengikutnya kerena terlalu banyak janji dan tidak mampu menepati
janji itu. Pemimpin yang banyak mimpi dan suka menebarkan janji cendrung memakai jalan pintas, jalur kotor seperti
intrik, teror, uang suap, manipulasi suara untuk memperoleh posisis atau
jabatan. Pemimpin macan inilah yang mengantar orang banyak ke dunia mimpinya
sehingga orang terbuai lalu lupa diri. Pemimpin seperti ini tidak tahu baik
cara mengemudi ‘mobil’ pemerintahannya sehingga bisa jadi mobil itu terbalik
dan penumpanngnya banyak yang terluka bahkan ada yang meninggal dunia.
NTT negeri
berlimpah susu dan madu. Ia memiliki pesan dan pesona budaya yang mengagumkan
serta alam eko wisata yang memukau memikat hati. NTT memang cantik. Banyak
orang jatuh cinta pada NTT. Tetapi bukan tidak mungkin kemolekan NTT telah
dinodai oleh tangan-tangan jahil pemimpin yang korup, suka janji tanpa ujud
nyata, nepotis, egois dan kehilangan wibawa. Wajah NTT dipenuhi dengan jerawat
masalah-masalah sosial : kemiskinan, human
trafficking, kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, korupsi,
tambang liar, dll. Karena itu bisa dikatakan bahwa roda pemerintahan NTT berada
di tengah jalan menuju arah barat, senja lalu gelap. Kehidupan sebagian besar
masyarakat kecil diliputi gelap malam tanpa bulan dan bintang. ‘Mobil’
pemerintahan NTT sudah kempes bannya, jalannya ombang ambing, ‘sopirnya’
kehilangan kendali. Awas, mobil ini bisa terbalik kapan saja dan banyak
penumpang yang terima risiko kecelakaan. Kita berdoa semoga ia aman-aman dan
sopir harus lebih cerdas mengemudi.
NTT membutuhkan
pemimpin (BERKUALITAS) yang memiliki tiga kualitas hidup: kualitas ratio,
kualitas hati, dan kualitas iman.
Kualitas Ratio
Seorang pemimpin
harus memiliki kualitas ratio yang memadai. Kualitas ini membuktikan pola
pemerintahan yang ideal sebab keputusan dan kebijakan dibuat atas dasar pertimbangan
yang rasional dan kontekstual. Ia mulai menelaah realitas, mencari titik lemah
dan mulai berpikir untuk menemukan solusi demi kesejahteraan hidup bersama.
Pemimpin macam ini rajin berpikir, mencari akar masalah dan secara musyawarah
membicarakan problem itu. Kemudian mencapai kesimpulan sebagai jawaban atas
masalah itu.
Karena itu,
seorang pemimpin harus cerdas. Ia menjadi aktor intelektual. Ia tahu membedakan
mana yang salah dan mana yang benar. Ia juga piwai beretorika, membangkitkan
semangat bawahan dengan kata-kata terpilih. Tetapi bukan hanya berbicara, perlu
banyak berbuat. Berbuat harus lebih banyak daripada berbicara (action speaks
louder than words) sebab seorang
pemimpin adalah pelayan. Ia juga harus banyak belajar. Pengatahuan penting
untuknya. “Hikmat lebih penting dari emas perak dan permata”. Belajar dari
bawahan dan masyarakat kecil, belajar mendengarkan jeritan tangis orang-orang
pinggiran.
Kualitas Hati
Kualitas hati
seorang pemimpin yaitu soal kepekaan, simpati dan empati, aktif dan responsif.
Hati seorang pemimpin adalah hati yang peka, cepat menanggapi apa yang terjadi.
Kualitas afeksi dibangkitkan dengan sikap ‘ringan sama dipikul berat sama
dijinjing’. Meraskan penderitaan masyarakat dan mendengarkan keluhan bawahan. Hati
juga menunjukkan moralitas seorang pemimpin. Moralitas adalah modal dasar
kepemimpinan. Moralitas kepemimpinan mesti melekat dalam diri seorang pemimpin dan
menjadi bagian dari pola laku, sikap, tutur kata, dalam keseluruhaan hidupnya.
Pemimpin yang berhati mulia disukai oleh banyak orang. “Janganlah menahan
kebaikan daripada orang yang berhak menerimanya, padahal kamu mampu
melakukannya.”
Kualitas Iman
Pemimpin yang
memiliki kualitas iman akan berpikir benar, merasa benar dan bertindak benar.
Pemimpin macam ini memiliki dinamika spiritual yang khas. Ia selalu berdoa
sebelum melakukan sesuatu. Ia menyadari kelemahan manusiawinya dan bersandar
pada Tuhan. Ia juga menjalankan roda pemerintahan atas dasar ajaran imannya,
mengasihi sesama, jangan mencuri, jangan bersaksi dusta, jujur dan tulus.
Akhirnya, kita
berharap semoga pemimpin NTT (BERKUALITAS) , memiliki kualitas ratio, kualitas
hati, dan kualitas iman agar NTT ini berjalan dalam rel yang benar dan sampai
di tempat tujuan yang diharapakan. Hidup NTT! Semoga engkau tetap molek indah
berseri.
Komentar
Posting Komentar