Filsafat
Pancasila: Jalan Menuju Kebenaran Pancasila
Oleh
Edy Soge
Mahasiswa
STFK Ledalero, Maumere
Pendidikan
Pancasila sebagai bagian dari dinamika pedagogik dan akademik harus dikaji dan
dianalisa secara lebih kritis, menyeluruh, runtut, dan logis. Tidak bisa
membaca rumusan sila-sila Pancasila dengan satu sudut pandang saja dalam
pemahaman partikular subjektif karena bisa jadi kita terperangkap dalam logika
primodial bahwa yang kita yakini adalah paling benar. Kita perlu ingat bahwa
Pancasila dilahirkan dari refleksi dan dialektika yang mempertautkan ide
Nusantara dan Barat. Karena itu filsafat Pancasila berperan untuk mencari dan
menemukan kebenaran asali Nusantara dan pokok utama kearifan Indonesia.
Filsafat Pancasila adalah studi kiritis – filosofis – ilmiah tentang keberadaan
dan hakikat dasar negara dalam kerangka berpikir filsafat. Notonegoro dengan teori causalis (sebab-musebab) menjelaskan asal muasal Pancasila
bahwa keberadaan pancasila sebagai dasar negara memiliki sebab yaitu causa materialis, causa formalis, causa finalis
dan causa efficiens. Sebab pertama menyangkut
adat kebiasaan, kebudayaan dan agama bangsa Indonesia. Sebab kedua soal hasil
pemikiran anggota BPUPKI Soekarno dan Hatta atau tegasnya formulasi Pancasila
oleh Soekarno yang disampaikan dalam pidatonya, 1 Juni 1945. Sebab ketiga berhubungan dengan Pancasila sebagai calon
filsafat negara dan sebab keempat keberadaan Pancasila yaitu peran PPKI yang secara
resmi menetapkan pembukaan UUD 1945 dengan poin utama Pancasila. PPKI bertindak
atas kuasa pembentuk negara. Driyakara dengan pendekatan antropologi metafisika
melihat Pancasila dalam keberadaan paling ultim manusia Indonesia. Pancasila
bersifat eksistensial karena keberadaannya melekat erat dalam eksistensi
manusia Indonesia.
Pemahaman
filsafat atas pancasila harus menjadi tuntutan akademik bagi mahasiswa
Indonesia. Tidak boleh kita berpikir bahwa pendidikan Pancasila hanya khusus
pelajar SD, SMP dan SMA/SMK. Pendidikan Pancasila adalah studi penting bagi
seegenap publik Indonesia tanpa terkecuali. Secara formal itu didapat di
sekolah, tetapi secara nonformal atau informal kita telah mengaplikasikan
nilai-nilai Pancasila di dalam hidup kita sehari-hari baik di dalam keluarga maupun
lingkungan masyarakat luas. Pembelajaran Filsafat Pancasila membantu pelajar
atau mahasiswa Indonesia menemukan dasar dan konsekuensi dari ideologi negara
bangsa. Filsafat Pancasila penting diajarkan di bangku kuliah sebab mata kuliah
ini membantu mahasiswa berpikir secara kritis terhadap Pancasila dan membongkar
selubung ideologi sempit yang memenjarakan Pancasila dalam tafsir tunggal.
Kuliah
Filsafat Pancasila sangat penting dewasa ini ketika geliat ideologi Islam
(Khilafah), fundamnetalisme agama, terorisme, korupsi, perdagangan orang, houx menyebar begitu cepat dan kuat
berpengaruh di ruang publik. Kita mengalami atau menyaksikan persoalan-persolan
kebangsaan dalam hidup sehari-hari. Ada begitu banyak masalah yang bertentangan
dengan sila-sila Pancasila. Dalam konteks sila pertama (Ketuhanan Yang Mahaesa)
pelanggaran yang dibuat ialah intoleransi antaragama, gerakan radikal atas nama
agama, pembakaran rumah ibadat dan lain sebagainya.
Kelompok
tertentu kurang memahami prinsip ketuhanan dalam sila pertama bahwa sebetulnya
tidak ada klaim tunggal Tuhan satu agama tertentu. Tuhan adalah universal –
awal (alfa) dan akhir (omega) yang keberadaanya melampaui
agama. Karena itu tidak bisa Tuhan yang agung dan mulia itu dipasung dalam
agama yang sedang berjalan menuju kesempurnaan. Soekarno merumuskan prinsip ini
jelas melukiskan religiositas dan spiritualitas Nusantara bahwa kita orang
Timur adalah orang yang religius, yang sangat hormat kepada Tuhan. Dalam tafsir Driyakara ketuhanan adalah dasar
semua perbuatan, dasar dari pelaksanaan Perikemanusian, Keadilan sosial,
Demokrasi dan Kesatuan bangsa. Namun
segelintir orang sudah melanggar perintah Tuhan dengan melukai yang lain atas
nama agama. Mereka menganggap agamanya sendiri paling benar dan mereka
menginginan hanya satu agama saja di NKRI ini.
Menurut
Notonegoro kelima butir Pancasila merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan
dan mempunyai susunan yang bersifat hierarkis-pyramidal:
sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan basis dari sila-sila yang lain. Dengan demikian pelanggaran terhadap prinsip
ketuhanan berimplikasi pada sila-sila yang lain. Jika sudah melanggar sila
pertama, sila yang lain juga dilanggar. Kemanusian diperbudak, persatuan
dilecekan, demokrasi dikhianatai dan keadilan sosial dipasung oleh pemerintahan
yang korup. Anak di bawah umur dipekerjakan secara tidak wajar, perang
antarsuku dan disintegrasi, penelantaran terhadap para veteran dan mantan
atlet. OPM (Organisasi Papua Merdeka) sejak 1965 berusaha memisahkan Papua
Barat dari wilayah NKRI. Fakta ini telah menodai harmoni persatuan dan kesatuan
bangsa. Barangkali belum terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia sehingga ada usaha untuk menarik diri dari integrasi bangsa.
Selain
kita alami secara nyata dalam kehidupan konkret, pelanggaran terhadap
nilai-nilai Pancasila juga terjadi di dunia virtual. Para pengguna media secara
terang-terangan menyebarkan berita bohong dan di sana pula terjadi praktik
prostitusi online. Tidak ada lagi pemisahan yang jelas antara ruang privat dan
ruang publik di ranah jagat maya. Dunia begitu sempit dan ruang waktu seolah
tak berjarak. Saling menyapa berkomunikasi kapan saja begitu mudah. Namun di
dalam kemudahan itu masih saja terjadi pengkhianatan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, agama, dan moral. Ini adalah bukti nyata bahwa di dunia virtual
pun nilai-nilai Pancasila dilecehkan. Bahkan jaringan ISIS meluas menyebebar di
mana-mana begitu cepat dengan berbagai peristiwa tragis bom bunuh diri,
penembakan , penahanan dan lain sebagainya.
Fakta
riil konkret dan virtual yang demikian menggugat kemapanan dasar negara kita.
Karena itu panggilan untuk menghidupkan dan menghayati nilai-nilai Pancasila
menjadi sangat penting. Kita tidak bisa lalai dari tugas ini karena nilai-nilai
Pancasila bersifat mutlak dan harus diwujudkan dalam kehidupan kita. Dalam konteks era digital kita hendaknya
memperhatikan aspek-aspek penting dalam komunikasi dan berjuang mengembangkan
literasi digital. Insan akademis diharapkan menjadi konsumen teknologi yang
kritis yang menggunakan media sosial sebagai media pewartaan akan kebenaran,
kebenaran Pancasila.
Persolan-persolan
kebangsaan yang merongrong substansi ideologi mengandaikan segelintir orang
kurang mengerti dan memahami secara radikal nilai-nilai Pancasila. Kelompok
orang itu hanya berpikir di permukaan saja menggunakan penalaran infantil dan
artifisial sehingga tidak menangkap hakikat Pancasila. Cara berpikir ini harus
diganti dengan cara berpikir filsafat yaitu berpikir secara radikal,
koheren-komprehensif, sistematis-universal, bebas-bertanggung jawab. Cara
berpikir filsafat ini yang membantu kita memahami Pancasila secara benar dan
dapat mepertanggungjawabkannya di dalam kehidupan. Karena itu studi Filsafat
Pancasila dengan sebuah pemahaman deialektis logis sangat penting baik bagi
mahasiswa- mahasiswi, pelajar SD, SMP, SMA/SMK, maupun segenap masyarakat yang
mengerti Pancasila. Sebetulnya perintah ini tidak hanya perintah akademik
khusus yang mengenyam pendidikan formal, tetapi juga menjadi impertaif
kategoris untuk semua kita orang Indonesia.
Komentar
Posting Komentar