PUISI:
HATI YANG BERBICARA
(Catatan
Atas Puisi-Puisi Fr. All[1])
Oleh
Edy Soge Ef Er
Saudara All yang baik,
Ketika Anda bertemu
saya dan menyampaikan keinginan supaya puisi-puisimu saya baca dan memberi
catatan atasnya, saya merasa senang karena Anda memiliki intuisi estetis, bakat
menulis, dan tentunya seorang pencinta kesunyian dan keheningan. Ternyata masih
ada anak muda yang setia menulis pengalaman hidupnya di tengah masifnya
penggunaan teknologi. Ada harapan bahwa buku tulis dan bolopoin masih punya napas walau dihimpit
berbagai macam gadget. Dengan ini
saya melihat Anda sebagai orang yang berbeda, sungguh khas. Pertahankan!
Pada lembar pertama
bukumu Anda menulis sebuah pernyataan sikap hidup dalam hal menulis bahwa apa
yang tertulis abadi dan yang lisan berlalu bersama angin. Anda mungkin ingat proverbia
Latin scripta manent, verba volant (tulisan
tinggal tetap, kata-kata terbang menghilang). Tulisan baik dalam diari maupun
buku memiliki rumah yaitu perpustakaan yang bisa kita kunjungi dan di tempat
itu kita membaca berbagai macam tulisan walaupun penulisnya telah mati. Ini
berbeda dengan tutur lisan karena sedikit sekali kita mengingat apa yang kita
dengar. Jika sudah lupa kita sulit menghadirkannya kembali. Namun jika ingatan
itu mengenai apa yang tertulis dalam sebuah buku kita tinggal membacanya lagi.
Dengan ini saya mengatakan bahwa Anda memiliki keyakinan positif untuk tetap
berdiri dalam jalan menulis puisi. Apa yang Anda tulis akan tetap tertulis dan
bisa dibaca oleh orang lain, tetapi apa yang kamu katakan belum tentu diingat.
Anda menulis:
“Karena aku tahu apapun
akan berakhir… Enggan kubiarkan lembaran-lembaran suci ini terhampar tanpa
bunga-bunga tinta”
Anda menyadari
kesementaraan hidup bahwa ada yang berlalu bersama senja, diselimuti langit
kelam (matahari berlalu: hidup punya akhir, kematian), tetapi guratan-guratan
sucimu tetap menghadirkan dirimu.
Kesadaran macam ini
akan menghasilan buah tulisan yang berbobot jika terus dipertahankan dan
diperjuangkan. Bakat itu ibarat benih yang disemai dengan kerja keras dan
akhirnya Anda menuai hasil. Saya berharap Anda serius dengan kebiasaan menulis
puisi karena itu memberikan kebahagiaan. Menulis itu menyembuhkan. Menulis itu
membahagiakan. Jika Anda sudah mencapai titik ini percayalah, Anda tidak akan takut
menghadapi hidup. Pada saat menulis Anda sebetulnya sedang membuka jalan menuju
tujuan hidup masa depan yang baik. Yakinlah bahwa Anda pasti bahagia dengan
menulis.
Saudara All yang baik,
Saya sudah membaca
puisi-puisimu dan sebagai pembaca (atau dalam hal ini orang yang dipercayakan
oleh saudara untuk membaca dan menilainya) saya berhak mengapresiasi, menilai,
menafsir untuk sebuah motivasi lebih lanjut dalam merangsang kreativitas
menulis Anda. Ada banyak tema yang ditampilkan baik itu relasi dengan Tuhan,
relasi denga sahabat, relasi dengan teman-teman dalam komunitas, maupun tentang
alam, kematian, dendam dan petani. Namun tema dominan ialah iman akan Tuhan.
Ini jelas sebab latar belakang dan identitas juga lingkungan biara menentukan
isi tulisan Anda. Penyerahkan diri pada Tuhan dan ungkapan kekecilan diri di
hadapan Sang Khalik.
Dalam “Hnayalah Engkau”
All menulis:
Penentu…
Wahai Sang Dewata Agung
Kubungkukkan badan
tanda penyerahan
Arahkan aku pada yang
bijak
Menggapai keharumanisan
hidup sejahtera
(25/04/2017, Minggu)
Sang pencipta juga
dilukiskan ibarat bintang dan malaikat sebagai petunjuk dan pelidung. Dapat kita
abaca dalam puisi “Bintangku” dan “Malaikatku”. Dengan mengakui keberadaan-Nya
manusia hanya pasrah (baca “Pasrah Padamu”).
Selain tema iman
tersebut ada tema-tema lain seperti alam dalam “Jambu Batu”, cinta (Bahtera
Cinta), dendam (Dendam Kesumat), kematian (Drama Kematian) dan masih ada tema
yang lain. Dari pengukapannya saya menemukan ada beberapa diksi yang menarik
seperti “yang diukir kwas kepedihan” (Dendan Kesumat),
“kirimkan aku pada telaga penuh warna
(Pasrah Padamu). Sepertinya sudah ada sedikit kematangan artikulasi dan
ketajaman intuisi untuk melihat dunia sekitar, sesama, lingkungan alam, dan
Tuhan.
Namun umumnya All belum
piawai memainkan gaya bahasa, imajinasi, dan metafora untuk sebuah keindahan
pengungkapan. All masih dikuasi oleh pikiran dan bukannya oleh perasaan. Kurang
teliti dalam menulis kata, misalnya ‘dendan kesumat’ ditulis ‘dendam kusuma’,
‘lesu’ ditulis ‘lesuh’, ‘asmara’ ditulis ‘asmarah’; juga kesalahan
preposisional di mana kata penunjuk tempat seharusnya ditulis terpisah, malah
digabungkan. Bisa dimengerti karena ini tulisan tangan. Mungkin juga kurang
konsentrasi. Namun berbahasa tulis secara baik harus diperhatikan. Hal
sederhana tapi menentukan kualitas isi tulisan.
Tadi saya sudah katakan
bahwa Anda terlalu rasional dan lalai dengan rasa. Hal penting yang harus
diperhatikan dalam dunia puisi yaitu rasa, hati. Suara puisi adalah suara hati.
Puisi: hati yang berbicara. Karena itu H. B. Jassin bilang bahwa menulis puisi
lebih banyak melibatkan hati. Bukan berarti bahwa Anda lalai dengan rasa,
tetapi kurang memperhatikannya. Karena itu perhatikan imajinasi, perasaan untuk
kematangan sebuah puisi. Memang benar bahwa ada puisi yang apa adanya, tanpa
permainan kata, tetapi keindahan bunyi dan bahasa ditentukan oleh diksi yang
gemilang. Pilihan kata yang bagus. Karena itu, libatkan hati, bumbui dengan
imajinasi agar puisimu terang benderang. Puisi harus dari hati dan untuk hati.
Ledalero,
22 Februari 2019.
[1]Fr. Mandate Albertus Minggu, SVD adalah
seorang calon imam dan misionaris Societas
Verbi Divini. Ia menjalanani masa formasi di Postulat Boanio, Novisiat Sang
Sabda Kuwu, Ruteng, dan sekarang di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero.
Tempat-tempat formasi ini sangat mendukung Fr. All (panggilan khasnya) untuk
menulis (puisi, renuangan kitab suci atau lectio divina), berdoa dan berfleksi.
Kondisi lingkungan dan atmosfir biara yang didandani kesunyian dan keheningan
menjadi “modal” penciptaan karya sastra. Fr. All menulis puisi-puisinya dalam
sebuah buku tulis sederhana, tetapi menjadi pintu masuk yang ideal untuk bertumbuh
lebih baik dalam menghasilkan karya sastra. Di dalam buku itu terdapat 12 puisi
dengan coraknya masing-masing; isinya seputar iman akan Tuhan yang dihayati
dalam panggilan, alam lingkungan, relasi sosial (hidup komunitas dan asmara),
cinta.
Komentar
Posting Komentar