Langsung ke konten utama

Renungan Hari Minggu


Hari Minggu Biasa XV

Ul 30:10-14
Mzm 69:14, 17, 30-31, 33-34, 36ab, 37 atau Mzm 19: 8, 9, 10, 11
Kol 1:15-20
Luk 10:25-37

Adakah Orang Samaria di Sampingmu?

Tidak ada orang yang sedemikian kaya dan berlimpah harta benda sehingga tidak membutuhkan bantuan orang lain. Tidak ada pula orang yang sedemikian miskin dan tak punya apa-apa sehingga tidak mempunyai arti untuk kehidupan. Manusia baik kaya atau miskin tetap saling membutuhkan (aku butuh kamu dan kamu juga butuh aku – I need you and also you need me). Inilah kehidupan.
Umat Allah yang terkasih
Adakah orang Samaria di sampingmu? Atau mungkinkah kita begitu yakin untuk hidup tanpa bantuan orang lain? Sadar atau tidak sadar kita telah mengalami kebaikan orang Samaria di dalam kehidupan kita. Padi di sawah dan di ladang telah kita tuai dengan bantuan orang lain. Pesta sambut baru akan dirayakan dan keluarga semangat menyambutnya. Kita membutuhkan orang lain di dalam kehidupan ini.
Namun apakah kita sudah menyadari diri sebagai orang Samaria yang baik hati untuk orang lain? Bisa jadi kita seperti imam dan orang Lewi yang patuh pada adat istiadat dan sungguh taat pada aturan dan undang-undang, tetapi lupa akan nilai luhur kehidupan dan kemanusian. Kita lebih mementingkan kepentingan artifisial (kepentingan yang sebetulnya tidak penting. Contoh: bersihkan kapela, saya pilih baca buku di kamar. Ada jadwal doa di lingkungan atau KBG, tetapi saai itu ada acara minum-minum. Orang tertarik untuk minum tuak putih daripada berdoa. Ini hanya contoh. Benar atau tidak itu entahlah).
Hari ini, setelah minggu-minggu yang lalu dengan ajakan panggilan dan perutusan pergi berdua-dua, kita diajak untuk berbaik hati, berbaik pikiran, dan berbaik tingkah laku. Di dalam panggilan dan perutusan kita sebagai orang Kristen, kita dituntut menjadi orang Samaria yang baik hati.
Ada orang di dalam kehidupan kita, wali lepo unen, tora ue wari, di dalam masyarakat yang dapat digolongkan sebagai orang yang jatuh di tangan penyamun-penyamun. Mereka yang dirampok harga dirinya, mereka yang kehilangan masa remaja dan usia muda karena telanjur jatuh terlalu dalam di dalam percintaan, mereka yang karena pilihan pribadi menjauh dari khayalak dan sendirian di kebun yang jauh dan cukup jauh, mereka yang dicurigai dan dituduh sebagai pembangkang di dalam masyarakat. Selain itu ada pula yang jatuh secara moral. Mereka yang menginginkan kepunyaan orang lain dan mengambilnya tanpa sopan-santun. Mereka inilah orang-orang yang harus ditolong, diberi tumpangan, diobati luka-luka batin dan jiwanya dan harus diterima di masyarakat, dihargai, dan diakui keberadaannya.
Perintah untuk menolong dan mengasihi mereka yang jatuh baik secara fisik maupun psikis (moral dan spiritual) adalah perintah Tuhan sendiri: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Menurut kitab Ulangan (bacaan pertama) 30:10-14) perintah itu tidak terlalu jauh dan terlalu sukar; tidak di langit dan tidak di seberang laut, tetapi di dalam mulut dan hati kita dan kita harus melaksanakannya. Bagi yang melaksanakannya ia menjadi saudara Tuhan Yesus dan ia berbahagia – “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan” (Mat 5:7). Jika ingin bahagia, berbuat baiklah! Jadilah orang Samaria yang baik hati untuk orang lain. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WAJAHMU

Untukmu, Perempuan yang Berwajah “ Wajah perempuan adalah langit malam purnama. Merona dengan kemesraan yang dalam. Lelaki yang memandangnya hanya bisa memandang penuh kagum sejuta puji, tetapi tak pernah bisa meraih keadalaman rahasia wajah bulan purnama dari seorang perempuan. Wajah perempuan, cahaya permata yaspis, cemerlang bintang kejora, milikmu! Aku ingin merangkulnya dengan ciuman-ciuman .” ~Edy Soge Ef Er~   Hello Puan, Tangan Tuhan telah membentukmu dengan keagungan dan kecantikan. Perempuan, siapa pun dia, hitam atau putih, cantik atau norak, mulus atau menor, ia tetap indah. Hati perempuan tetap indah. Itu tak tergantikan. Pancaran sinar hati terbit di dua pasang mata lalu cahaya itu merebak ke saraf-saraf di seputar wajah, kedua pasang pipi memerah dan wajah tampak bersinar bagai purnama, bagai kejora, bagai permata yaspis. Tuhan menciptakan perempuan sebagai keindahan. Karena itu saya sering mengakui dan tetap yakin bahwa perempuan adalah singgasana segala k...

MENDAMBA SAMBA

Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Costa, putri Samba kumendamba   Hewa, Juni 2016 Mendamba Samba        :a.c Bukan lelucuan tanpa romansa Saat santai kau dekatkan sapa rasa Membuncah ria menari jemari menyentuh bahu Kau poles jiwaku dengan canda yang kutahu Putri samba kumendamba Rekah bibir yang jujur Tawamu membawaku ke laut senyuman kau pandai mengganggu riak jiwaku mengagumimu belum cukup mendoakanmu belum tentu sempurna terpaksa aku mengerti dirimu dengan kata hati Auciliana Cos...

Via Dolorosa Tuhan dan Pandemi Covid-19

“Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga… tabir bait suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah.”  (Mat27:45,51) Saya membayangkan suatu dunia yang sepi dan diliputi ketakutan. Dunia itu ibarat Golgota Tuhan. Banyak orang di sana. Berada dalam ketidaktentuan pilihan dan jawaban. Sebab imaji Golgota adalah ‘tengkorak’ (place of the skull), malam gelap wajah kematian, deru gemuruh malapetaka, segenap jasad berlabuh di sana. Orang-orang menjadi takut dan Tuhan sungguh amat kesepian ditinggal Bapa. Namun iman menjadi terang benderang di hadapan tapal batas kehidupan. Meski ditinggal Bapa Tuhan masih tetap pasrah, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Meski takut kepala pasukan tetap mengakui pribadi Ilahi Yesus, “Sungguh orang ini Anak Allah”. Penyamun tersalib menyadari imannya, “Yesus, ingatlah aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Iman kita diuji di dalam penderi...